Batam, Nusantaranews86.id – Perusahaan yang memenangkan tender proyek di Kawasan Batamindo Muka Kuning Kota Batam Kepulauan Riau yaitu PT Tribuana Rizky Mahakarya melakukan pembongkaran rumah susun yang ada di Kawasan Batamindo yang biasa kalangan pekerja atau karyawan menyebutnya dormitory, beberapa blokĀ sudah menjadi rata dengan tanah. Jumat, 29/07/2022.
Perusahaan tersebut melakukan pembongkaran katanya sudah sesuai SOP namun tidak disangka puing-puing pembongkaran tersebut dibuang pada kawasan mangrove daerah Sungai Daun Kecamatan Sei Beduk. Pembongkaran oleh PT Tribuana Rizky Mahakarya tersebut menjadi masalah lingkungan yang merugikan semua pihak. Kita mengetahui semua dampak limbah itu mencemari lingkungan apalagi limbah dibuang ke tepi mangrove sehingga Batamindo diduga juga terlibat terhadap pencemaran mangrove tersebut. Batamindo juga harus betanggung jawab terhadap proyek yang ditenderkannya kepada PT. Tribuana Rizki Mahkarya.
Ketika awak media mengkonfirmasi (28/07/2022) kepada pengawas Kawasan Batamindo ( Agus, kepala Project Batamindo) terhadap PT. Tribuana Rizky Mahakarya, dia mengatakan kami selalu mengawasi dan PT tribuana Mahkarya melakukan pekerjaan sesuai SOP, ujar Agus.
Namun ketika awak media mencoba menanyakan sejauh mana pengawasan terhadap pembuangan limbah konstruksi, namun pihak Batamindo tidak tahu letak persisnya di mana pembuangan limbah tersebut, ucapnya.
Direktur Eksekutif Andalas Riset dan survey Indonesia, Hendri, S.Si ketika dikonfirmasi awak media terkait adanya limbah konstruksi, maka dia mengatakan sangat menyayangkan sekali adanya pembuangan limbah konstruksi ke daerah hutan mangrove yang melanggar UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup akan berdampak kepada pencemaran lingkungan sehingga pekerjaan itu harus dipertanggungjawabkan sesuai perundangan negara kita. Mangrove itu fungsinya sangat besar bagi lingkungan hidup diantaranya yakni sebagai tumbuhan yang mampu menahan arus air laut yang mengikis daratan tepi pantai, dengan kata lain tumbuhan mangrove mampu untuk menahan air laut agar tidak mengikis tanah di garis pantai.
Hendri menambahkan, merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil pada bagian keenam larangan dalam pasal 35 huruf (f) dan (g) yang menjelaskan dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan konservasi ekosistem mangrove di kawasan atau zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil, menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.
Lanjutnya, siapapun yang melanggar pasal 35 huruf (f) dan (g) itu, maka ketentuan pidananya tertuang dalam pasal 73 (1) huruf (b) yang menjelaskan setiap orang yang dengan sengaja menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konservasi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah), ungkapnya.
(Nomi Samaria).