Proyek Peningkatan Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam Rp 37,2 Miliar Diduga Gunakan Material Illegal

Ketapang, Nusantaranews86.id – Pengerjaan Proyek Peningkatan Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam senilai Rp 37,2 miliaran bersumber dana APBD Ketapang melalui program Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit Tahun 2024 saat ini mulai dikerjakan.

Sesuai papan pengumuman proyek, tertulis, rekonstruksi peningkatan jalan itu merupakan proyek besutan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUPR) Ketapang, sebagai pelaksana adalah PT HPM dengan nomor kontrak : P/1814/KPK-APBD-DAK/DPUTR-B/600.1.9.3/v/2024.

Sesuai kontrak yang ada, pelaksana diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan selama 180 hari kerja atau dimulai 03 Mei dan berakhir 03 November 2024.

Bacaan Lainnya

Koordinator LAKI (Laskar Anti Korupsi Indonesia) Kabupaten Ketapang, Jumadi, menyatakan menyambut baik atas dimulainya pengerjaan peningkatan proyek jalan tersebut. Apalagi katanya, jalan Sungai Kepuluk-Pelang saat ini kondisi sangat memprihatinkan, jalan mengalami rusak parah dan lubang-lubang besar terlihat dimana-mana.

Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam katanya merupakan akses jalan strategis yang menghubungkan sejumlah kecamatan dan merupakan poros jalan yang urgen menuju Ibukota Kabupaten. Selama mengalami kerusakan kata Jumadi, pengguna jalan atau masyarakat pengendara sering mengalami kecelakaan.

Hanya saja sebut Jumadi, pada awal pengerjaan ini dia melihat ada indikasi pihak kontraktor dengan sengaja mengunakan material tanah (laterit) illegal. Pelaksana  membeli tanah dari pengusaha yang tidak mengantongi izin.

Sebagai aktivis yang tergabung di lembaga kontrol sosial, Jumadi mengaku pemandangan ini tak patut didiamkan. Melalui media ini diapun mencoba apa yang menjadi temuan itu dapat menjadi perhatian Aparat Penegak Hukum maupun Instansi Terkait.

Sejak mencium giat Illegal itu, Jumadi mengaku, dia bersama  Tim Investigasi LAKI Ketapang turun kelapangan. Mereka melihat pekerja menghamparkan tanah laterit setelah dimobilisasi oleh sejumlah dumtruck. Pada kesempatan itu pula mereka sempat mengikuti mobil pengangkut (dumtruck) dari mana sumber tanah berasal.

Benar saja kata Jumadi, setelah sampai ke lokasi atau sumber tanah didatangkan, tanah yang dipergunakan sebagai material timbunan pada proyek Rp 37,2 Miliar itu tidak memiliki Izin Batuan atau dikenal dengan nama Izin  Galian C. Menurut Jumadi, hal itu diketahui setelah dirinya mewawancarai dan menggali keterangan dari mpunya tanah laterit.

“Ya, tanah kami tidak memiliki izin dan kami tidak pernah mengurus izin. Kami hanya memiliki SKT, (Surat Keterangan Tanah),” kata Jumadi menirukan pengakuan pemilik tanah kepadanya, Senin (17/06/23).

Jumadi menyebutkan, membeli tanah laterit ke pelaku usaha yang tidak mengantongi izin adalah tidak benar, karena menabrak Undang-Undang yang ada. Selain itu sambungnya, pihak kontraktor (pelaksana) sengaja memanfaatkan dan melakukan itu diduga semata mengejar untung besar.

Logikanya sebut Jumadi, pelaku usaha tidak mengantongi izin, pastilah tidak membayar pajak. Sedang mereka yang tidak membayar pajak pastilah menjual tanahnya dengan harga lebih murah.

“Saya yakin, apa yang dilakukan pelaksana semata mencari untung besar, material murah akibat tidak berizin dan bebas pajak. Itu korporasi kejahatan dan bertentangan dengan Undang-undang, terutama Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” tutur Jumadi  kepada media ini seraya memperlihatkan sejumlah fhoto dan vidio hasil investigasinya beberapa waktu lalu.

“Supaya negara tidak dirugikan lebih besar, saya minta institusi terkait segera turun ke lapangan, guna mengawas dan mengevaluasi kinerja pelaksana terutama membuktikan atau mencari tau dari mana sumber material yang saya sampaikan di atas,” pungkas Jumadi mengaku bukan maksud mencari kesalahan sejumlah pihak.

Sampai berita ini dirilis dan dikirim ke redaksi, media ini belum berhasil dan mendapat keterangan dari pihak terkait.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *