Proyek Jalan Sungai Awan-Tanjung Pura Senilai Rp 11, 1 Miliar Diduga Keras Gunakan Galian C Illegal

Ketapang, Nusantaranews86.id – Proyek Jalan Sungai Awan-Tanjung Pura senilai Rp 11,1 miliar yang saat ini sedang dilakukan pengerjaan diduga keras menggunakan material tanah laterit yang bersumber dari Galian C tidak berizin.

Sesuai papan proyek di lapangan, Proyek Jalan Sungai Awan-Tanjung Pura merupakan proyek besutan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Ketapang-Kalbar, bernomor kontrak : P/1556/KPA-APBD-DAK/DPUTR-B/600.1.9.3/IV/2024, bersumber dari APBD Ketapang melalui program Dana Alokasi Khusus. Sebagai pelaksana proyek adalah CV. DV dan sementara ditunjuk sebagai konsultan PT. BPK.

Koordinator Tim Investigasi LAKI (Laskar Anti Korupsi Indonesia) Cabang Ketapang mengatakan ke sejumlah media, bahwa dirinya sudah dua kali melakukan investigasi terkait aktivitas perusahaan yang sedang mengerjakan Proyek.

Bacaan Lainnya

Menurut Jumadi, dirinya tau persis dimana sumber tanah laterit yang digunakan oleh pelaksana pada proyek tersebut, tidak jauh dari lokasi kegiatan proyek, yakni Desa Tanjung Pura..

“Kedatangan saya di sini (lokasi proyek dan lokasi pengambilan tanah laterit) bersama teman-teman wartawan saat ini adalah yang kedua kalinya. Sebelumnya saya datang dan melakukan investigasi sendiri saja,” kata Jumadi seraya tangannya menunjuk ke lokasi hamparan tanah laterit yang sudah  di gali namun belum di mobilisasi oleh pelaksana, Minggu (30/06/24) lalu.

“Diduga keras tanah laterit yang digunakan pelaksana proyek Jalan Rp. 11,1 miliar ini, pemiliknya tidak mengantongi Izin Batuan atau yang kita kenal dengan Izin Galian C,” sambung Jumadi.

Guna mencari kebenaran atas keterangan tersebut, awak media bersama koordinator LAKI (Jumadi) pada hari itu mendatangi kamp atau Kantor pelaksana CV. DP yang beralamat Desa Tanjung Pura, guna mengkonfirmasi terkait tanah laterit yang diduga illegal itu. Namun, kunjungan tersebut tidak membuahkan hasil karena penanggung jawab pelaksana (kontraktor) tidak berada di tempat.

“Pak Ag tidak di tempat posisinya ada di ketapang berangkat pagi tadi,” kata pekerja kepada awak media, Minggu (30/06) waktu itu.

Berdasarkan informasi masyarakat Desa Tanjung Pura, tanah laterit yang digunakan untuk timbunan proyek tersebut milik salah seorang warga berinisial Bo. Selanjutnya atas keterangan tersebut, awak media mendatangi rumah Bo, namun  menurut informasi tetangga kala itu rumah Bo berada di kota ketapang.

Guna mendapat kepastian, awak media melakukan Konfirmasi ke Bo melalui Whastsapp (01/07), hanya saja Bo berkilah, menurutnya, bahwa pemilik lahan tanah laterit dimaksud bukan milik dia, namun milik keluarganya. Terkait izin Galian C menurut Bo pihak keluarga sudah memberikan dukumen izin Galian C tersebut kepada pihak kontraktor (pelaksana proyek Jalan Sungai Awan-Tanjung Pura).

“Tanah laterit tersebut bukan milik saya, namun milik keluarga saya, pihak keluarga saya selaku pemilik  tanah laterit, sudah menyerahkan dokumen izin Galian C tersebut kepada pihak kontraktor pelaksana proyek,” aku Bo saat di konfirmasi (01/07) melalui pesan WhatsApp.

Sementara PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang juga menjabat sebagai Kabid Bina Marga Dinas PUTR Kabupaten Ketapang ketika dikonfirmasi perwakilan awak media via WhatsApp, terkait Izin Galian C tanah laterit Proyek Sungai Awan-Tanjung Pura (01/07/24) hingga kini tidak memberi tanggapan.

Menyikapi persoalan di atas dan banyaknya pemberitaan atas Material Galian C tidak berizin digunakan pada proyek infrastruktur pemerintah maupun swasta di Kabupaten Ketapang, sejumlah pihak mengatakan persoalan itu tidak boleh dibiarkan dan dipandang sebelah mata.

Pemilik atau pelaku yang terlibat kata mereka harus ditindak dan tidak ada yang kebal hukum, karena Negara ini telah mengatur semua itu baik untuk perorangan atau kelompok dalam berusaha.

Sesuai Pasal 161 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, cukup jelas menyebutkan setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan atau Pemanfaatan, Pengangkutan dan Penjualan tampa mengantongi izin dipastikan dapat dipidana kurungan penjara selama 5 tahun dan denda maksimal Rp. 100 miliar.

“Masalah Galian C di Kebupaten Ketapang merupakan persoalan serius, dan tidak ada yang kebal hukum,” ucap mereka, Rabu (10/07/24).

Sampai berita ini dikirim ke redaksi, media ini masih menghimpun data dan keterangan dari pihak terkait.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *