Pontianak Kalbar-Nusantaranews86.id Ketua Forum Komunikasi Wartawan (FKW) Wilayah Kalimantan Edi Ashari SH membongkar adanya dugaan praktek mafia tanah yang dilakukan oleh oknum pejabat di kantor ATR/BPN Kota Pontianak.
Oknum-oknum Pejabat kantah ATR/BPN Kota Pontianak diduga kuat terlibat Sindikat Mafia tanah dengan tindakan menerbitkan SHM 1909 atas nama keuskupan Agung/Rs Antonius tanpa melalui proses prosedur yang benar. Ungkap Edi Ashari, (Rabu 20/07/2022)
“SHM No : 375 yang sebelumnya diakui atau dimiliki keuskupan agung/Rs Antonius yang pernah dilampirkan di Pengadilan Negeri Pontianak di hadapan majelis hakim pada saat persidangan di tahun 2013-2014.
Namun dari hasil pengajuan lampiran Warkah,dokumen atau data SHM SHM No: 375 millik keuskupan agung,dalam Amar putusannya, hakim menolak semua data atau dokumen yang diajukan oleh keuskupan Agung, karena hanya copyan dari copy tidak ada data atau dokumen asli”. Tegas orang nomor satu di FKW itu
Disisi lain, Edi Ashari selaku pemiliik tanah yang sah, saat dihubungi awak media mengatakan bahwa kasus ini sudah bukan menjadi rahasia umum dan publik sudah tahu.
“Pejabat ATR/BPN kota Pontianak, seharusnya memproses permohonan SHM yang sudah saya ajukan sejak tahun 2012, karena sudah ada putusan hukum inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap, Kantah ATR/BPN Kota Pontianak sudah seharusnya membatalkan SHM 1909 keuskupan Agung itu”, ungkapnya.
Edi Ashari menanyakan asal- usul atas hak yang dimiliki keuskupan Agung itu dari mana didapat?
Terbitnya SHM 1909 itu apa dasar Hukumnya Tegas Edi ashari, tegasnya mengakhiri .
Dalam hal ini tidak terkecuali, pada kantor ATR/BPN yang ada di Kota Pontianak Kalimantan Barat Sistem pelayanan publik yang saat ini, sudah diatur Berdasarkan Undang-Undang Nomor : 25,Tahun 2009 dan Permen PAN & RB No.18 Tahun 2021,Tentang Reformasi Birokrasi.
Untuk menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik, good governance tentu harus didukung oleh aparatur birokrat yang profesional, cerdas cepat tanggap dalam bekerja maupun menjalankan tugasnya, melayani masyarakat, harus mengacu kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, yang menjadi payung hukum di dalam suatu badan hukum, instansi atau lembaga terkait.
(HADYSA PRANA)