Ketapang, Nusantaranews86.id – Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Ketapang-Kalbar menyoroti pengerjaan proyek Pengembangan Bandar Udara Rahadi Oesman Ketapang.
Sesuai Kontrak Nomor : KU.201/406-RO/PPK/11/2023, proyek tersebut dikerjakan oleh PT. Clara Citraloka Persada dengan masa kerja selama 59 hari atau dimulai 3 November dan berakhir pada 31 Desember 2023.
Pengembangan Bandar Udara Rahadi Oesman ini merupakan proyek besutan Kementerian Perhubungan, bersumber APBN tahun 2023 dengan pagu dana sebesar Rp. 30 milyaran.
Berdasarkan pantauan LAKI di lapangan, setidaknya ada dua persoalan yang perlu dipertanyakan pada proyek tersebut.
“Pertama, terkait progres pengerjaan. Menurut hemat kami progresnya sangat rendah sekali, padahal masa kontrak akan berakhir. Kami yakin pengerjaan proyek ini tidak akan selesai per 31 Desember 2023 (akhir kontrak),” kata Aktivis LAKI Jumadi seraya memperlihatkan sejumlah vidio dan fhoto hasil investigasi kepada Nusantaranews86.id, Rabu (27/12/23).
Untuk itu kata Jumadi, keterlambatan pengerjaan proyek, pelaksana harus menanggung konsekwensinya. Proyek tersebut harus diselesaikan meski bekerja dalam denda. Jumadi meminta pihak terkait dapat mengawasi pelaksana lebih intensif agar pelaksana bekerja maksimal sehingga negara tidak dirugikan.
“Jangan salahkan cuaca ketika progres lamban. Meski musim penghujan, tetapi dalam dua bulan belakangan ini intensitas hujan di Ketapang sangat rendah sekali dan hari hari tetap cerah. Keterlambatan ini saya lihat ada indikasi kelalaian pelaksana,” ucap Jumadi.
Selanjutnya Jumadi menjelaskan, persoalan kedua pada pengerjaan proyek Bandara tersebut adalah terkait tanah latrit atau Galian C sebagai bahan timbunan diduga tidak memiliki ijin. Kontraktor dengan sengaja membeli tanah dari masyarakat yang tidak mengantongi Ijin, guna menghindar dari pajak dan meraup untung yang sebesar-besarnya.
“Kami tau dimana titik-titik pelaksana mendatangkan (membeli) tanah. Semua itu diduga tidak memgantongi ijin atau illegal,” tuturnya.
“Sesuai Pasal 480 KUHP, Pelaku (pemilik, pembeli dan penadah) galian C tanpa izin dapat dipidana, karena semua itu hasil kejahatan”
“Dan, Pasal 158 UU RI Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba, pelaku Galian C Illegal terancam pidana 5 tahun penjara,” terang Jumadi.
Sampai berita dikirim ke redaksi, Nusantaranews.id masih mengumpulkan data serta menghimpun sejumlah keterangan pihak terkait. Sementara dari pelaksana BEP belum memberikan keterangan meski sudah dikonfirmasi oleh média ini.