Jakarta, nusantaranews86.id – Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah Fikri Anizar Albar menuntut wartawan beritaekspres.com yang telah menulis berita dengan judul “Dugaan Kejati DKI Jakarta dalam Lingkaran Konflik of Interest” agar diproses secara hukum dan kode etik dewan pers.
Hal tersebut dinilai Fikri lantaran isi berita yang diterbitkan sarat akan kepentingan dan cenderung ingin menjatuhkan Kejati DKI. Fikri menyebut bahwa wartawan seperti itu sangat jauh dari prinsip prinsip jurnalisme.
“Ini beritanya ngawur, cenderung memfitnah, dan jauh dari prinsip prinsip jurnalisme dasar,” ujarnya kepada awak media, pada Senin (7/11).
Fikri menambahkan, apa yang ditulis oleh wartawan beritaekspres.com adalah untuk menjatuhkan nama Kejati DKI. Hal itu bisa dilihat dari tulisannya yang tidak mengedepankan fakta empiris. Wartawan sengaja mengambil sudut pandang satu pihak untuk memojokkan Kejati DKI.
Wartawan tersebut sama sekali tidak melakukan cover both side sebagaimana yang dilakukan oleh wartawan lain. Artinya, kata Fikri, wartawan tersebut menulis dan mempublish berita tidak sesuai dengan prinsip prinsip dan kode etik jurnalistik.
“Wartawan seperti ini banyak. Menulis bukan karena fakta, tapi untuk memfitnah. Yang seperti ini harus diproses. Jangan dibiarkan. Yang kena imbasnya adalah wartawan lain yang dianggap sama,” terangnya.
Fikri lantas meminta kepada media beritaekspres.com agar memberhentikan wartawannya demi menjaga nama baik media. Selain itu, Fikri meminta Dewan Pers untuk menindak tegas wartawan yang menulis berita tidak mengedepankan prinsip dasar Jurnalistik dan kode etik Jurnalistik.
“Kami minta wartawan seperti ini ditindak tegas dengan cara dipecat dan dicabut lisensi wartawannya. Saya pikir, wartawan seperti ini tak memiliki lisensi,” tegasnya.
Fikri melanjutkan sekaligus membuktikan bahwa apa yang disampaikan wartawan beritaekspres.com bukanlah sebuah fakta empirik kejadian. Melainkan sebuah narasi fitnah menjatuhkan.
Berdasarkan penelusuran tim Badko HMI Jabodetabeka-Banten, tidak ada pelanggaran kode etik jaksa sebagaimana yang dituduhkan penulis yang dalam hal ini mengambil narasumber Mudzakkir kepada Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, Suzi Marsitawati. Baginya, Jaksa sudah sesuai dengan Etika Jaksa yang berlaku.
“Pelanggaran Etika Jaksa serta sarat muatan konflik of interest tidak ada sama sekali. Ibu Suzi itu menjabat setelah proses pembebasan selesai dan pembayaran pembebasan lahan dilakukan menggantikan Djafar Muchlisin. Berhubung Djafar sedang mengalami stroke otak (second opinion RSUA Adhyaksa) akhirnya ia tidak bisa memberikan keterangan sebagai saksi. Akhirnya, keterangan tugas fungsi Kadis diambil dari ibu Suzi,” terangnya.
Lebih lanjut, Fikri menyebut bahwa kerjasama Kajati DKI Jakarta dengan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta untuk menanam mangrove tidak lantas dinilai telah menghilangkan independensi Kejaksaan.
“Anggapan bahwa kerjasama itu telah menghilangkan independensi Kejaksaan jelaslah bentuk penilaian yang terburu-buru. Dan tentu ini semua tidak dapat dibenarkan berhubung fakta yang sesungguhnya tidaklah demikian,” ujarnya.
Bagi Fikri, independensi Jaksa memiliki acuan dan peran sentral pivotal position, terutama di dalam sistem peradilan pidana criminal justice system. Untuk itu tugas jaksa adalah menuntut seorang tersangka dengan berdasarkan pada kesalahan hukum legal guilt yang ada pada tersangka.
“Tugas jaksa adalah menuntut seorang tersangka dengan berdasarkan pada kesalahan hukum legal guilt yang ada pada tersangka. Sementara kasus Ibu Suzy tidak ada yang bersangkutpautan dengan independensi Jaksa,” tambahnya.
Justru, menurut penilaian Fikri, Kejati DKI telah memberikan inovasi. Dengan menanam mangrove, hal itu dinilai dapat menghasilkan banyak oksigen, menyerap karbon dan menahan laju abrasi di pesisir Jakarta.
“Kiranya cukup jelas, tidak ada yang dilanggar. Justru, Kejati DKI telah memberikan inovasi. Dengan menanam mangrove, hal itu dinilai dapat menghasilkan banyak oksigen, menyerap karbon dan menahan laju abrasi,” bebernya.
Fikri menambahkan, pada tahun 2018 September Suzi diangkat menjadi Kepala Bidang Pertamanan sekaligus menjadi Plt Kepala Dinas Kehutanan. Tahun 2018 bulan Desember hingga sekarang menjadi Kepala Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta yang diubah menjadi Dinas Pertamanan dan Hutan Kota
“Sementara Tempus Delicti Mafia Tanah Cipayung akhir 2017 hingga pembayaran tanah Agustus 2018. Jadi, semua yang dituduhkan adalah ngawur dan cenderung fitnah,” pungkasnya. ( Red )