Usut Tuntas Data 300 SKT Fiktif di Pulau Gelam Kendawangan

Ketapang, Nusantaranews86.id – 
Lagi lagi kasus perampasan lahan milik warga di Kalimantan Barat, terus menerus terjadi tidak ada kesudahan akibatnya warga merasa kehilangan lahannya yang dialami beberapa warga Desa Kendawangan Kiri, Kecamatan Kendawangan Kabupaten Ketapang Kalbar.

Selanjutnya sejumlah warga melakukan protes yang diduga lahan milik mereka berlokasi di Pulau Gelam Desa Kendawangan Kiri, diambil oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Bacaan Lainnya

Mengingat lahan mereka di caplok oknum tidak bertanggungjawab, kemudian beberapa warga melakukan aksi siaran terbuka dilahannya yang berlokasi di Pulau Gelam Desa Kendawangan Kiri.

Dalam aksi siaran terbuka tersebut beberapa warga meminta bongkar kasus data 300 (tiga ratus) Surat Keterangan Tanah (SKT) atau data kepemilikan tanah fiktif yang dibuat oleh Desa Kendawangan Kiri.

Camat Kendawangan Eldi Yanto, S.Sos. M.M menjelaskan, terkait Surat Keterangan Tanah (SKT) Fiktif dirinya tidak mengetahui pasti dan dia menyarankan agar langsung konfirmasi Kepala Desa (Kades) Kendawangan Kiri.

Kades Kendawangan Kiri Pusar Rajali menjelaskan bahwa dirinya tidak mengetahui dan itu bukan menjadi tanggungjawabnya melainkan warga masing-masing.

“Maaf Pak urusan itu warga masing-masing punya surat, jadi itu urusan masyarakat bukan urusan saya,” kilahnya beberapa waktu lalu.

Script Analisis Hukum Lembaga TINDAK Indonésia

Yayat Darmawi, SE, SH, MH Koordinator TINDAK dalam Keterangannya saat dihubungi media ini terkait SKT Fiktif alias SKT Bodong via WhatsApp menyebutkan SKT Bodong yang digunakan untuk menguasai kepemilikan tanah atau lahan orang lain sudah masuk kategori pidana dalam hal perampasan dan penyerobotan lahan.

Terkait dengan indikasi perbuatan melawan hukum  yang dilakukan oleh mafia tanah status ciri-cirinya adalah dengan memunculkan surat palsu atas kepemilikan tanah atau lahan yang mana sebelumnya lahan tersebut sudah dikuasai oleh pemilik yang sebenarnya.

Aktivitas pemalsu surat memang merupakan jaringan kejahatan yang terorganisir namun sampai saat ini para pelakunya belum dapat di tangkap karena sulitnya APH dalam membongkar jaringan mafia pemalsu surat tanah.

“Sebenarnya paling mudah jika kita ingin melihat gejala awal sampai terjadinya tumpang tindih atau penyerobotan tanah yang sudah dikuasai, sudah di miliki oleh pemilik sebenarnya”

“Tolok ukurnya yaitu dengan melihat dimana letak masalah kejadiannya karena sudah dipastikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh mafia tanah dengan memalsukan surat kepemilikan, menggunakan surat yang seolah olah surat lama,” tutur Yayat, Minggu (28/05/23).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *