Persoalan Proyek 9,8 Milyar di Ketapang, Galian C Illegal Hingga Kerja Dalam Denda

Ketapang-Kalbar, Nusantaranews86.id -Pengerjaan proyek rekonstruksi Peningkatan jalan Tanjungpura-Ulak Medang-Tanah Merah senilai Rp 9,8 Milyar bersumber Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ketapang-Kalbar Tahun 2022, diselesaikan dengan kerja dalam denda.

Pelaksana (CV AM) bekerja tidak tepat waktu, pekerjaan belum selesai meski masa kontrak berakhir pada Desember 2022. Hingga kini pekerjaan pun masih terlihat di sana (lokasi proyek).

Pelaksana dikabarkan diberi perpanjangan waktu selama 50 hari hingga 20 Februari 2023. Sebagai konsekuensinya,  CV AM diwajibkan membayar denda sebesar  satu permil perhari, atau dikenal kerja dalam denda.

Proyek jalan besutan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Ketapang itu juga dinilai banyak pihak,  pelaksanaan menyimpang dari aturan.

Pelaksana CV AM diduga dengan sengaja menggunakan material galian C tidak berijin (illegal). Selain mengejar keuntungan besar perusahaan diduga ada upaya menghindar membayar pajak galian C tersebut.

“Benar, pengerjaan proyek ada perpanjangan waktu dan pihak kontraktor bekerja dalam denda. Keterlambatan penyelesaian karena di lokasi pada waktu itu terjadi banjir,” kata Kadis PUTR Haji Dinery sigkat pada media ini, Rabu (01/03/23).

Pernyataan Kadis itu pun di-amini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Syarkawi, dimana menurutnya faktor alam (banjir) membuat pekerjaan tidak tepat waktu. Meski demikian dikatakan, pelaksana tetap diberi sangsi, selama perpanjangan sang kontraktor dikenakan denda.

Terkait dengan material galian C dijelaskan, pihaknya belum memantau sejauh itu. Berbagai kesibukan kedinasan membuat dirinya selalu tertunda ke lokasi mengecek dimana sumber Galian C di dapat.

Meskipun demikian dia mendorong CV AM agar membayar pajak sesuai kontrak Proyek. Pejabat ini memastikan tidak akan menanda-tangani setiap berkas jika kotraktor belum memperlihatkan bukti pembayaran pajak.

Menjawab pertanyaan wartawan Syarkawi menjelaskan, masalah Galian C  menjadi dilematis di Kabupaten Ketapang.

Kedudukan proyek dengan lokasi perusahaan adalah titik persoalan yang ada, terutama terkait biaya angkut. “Jarak antara perusahaan Galian C  dengan lokasi proyek yang jauh, menjadi pengaruh terhadap ongkos transportasi,” katanya.

Lebih lanjut dijelaskan Syarkawi, mengingat perijinan Galian C  merupakan ranah Provinsi, maka dalam waktu dekat  dia akan berangkat ke Pontianak guna berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas ESDM, Lingkungan Hidup dan Lembaga terkait lainnya, guna membahas dan mencari solusi atas persoalan tersebut

“Terus terang, Dinas sampai detik ini belum lelang proyek, karena masih membahas persoalan Galian C. Kita masih melakukan koordinasi ke sejumlah pihak guna mencari solusi,” tutur Syarkawi di ruang kerjanya Rabu (01/03/23) siang.

Seperti diketahui, pada edisi sebelumnya diberitakan atas dugaan kontraktor Pengerjaan proyek jalan Tanjungpura-Ulak Medang-Tanah Merah senilai Rp 9,8 Milyar menggunakan Galian C illegal.

Material Laterit itu dikeruk dan diangkut dari Desa Tanjungpura Kecamatan Muara Pawan milik salah seorang warga di sana, dan dipastikan tidak memiliki ijin.

Pihak pelaksana  dalam hal ini tampak santai dan enjoy melakukan perbuatan tersebut untuk mengejar untung semata dan diduga menghindar kewajiban membayar pajak.

Atas kejadian di atas, banyak sumber berpendapat bahwa proyek Jalan besutan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Ketapang itu akan menambah daftar Proyek bermasalah di Kabupaten Ketapang.

Sumber juga mengatakan, pada dasarnya aturan main tentang Galian C sudah cukup jelas, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di Republik ini.

Pasal 480 KUHP berbunyi, barang yang dibeli atau disewa  dari hasil kejahatan dapat dipidana. Seperti Galian C tak Berijin (illegal) tentunya, dan otomatis barang dihasilkan juga Illegal.

Pasal 98 Ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga berpesan, bagi mereka (pelaku) kasus Galian C illegal akan diberi sangsi berat dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3 miliar dan paling banyak Rp.10 miliar.

Sebagaimana juga Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menerangkan bahwa adannya sangsi hukum bagi kontraktor yang menggunakan material galian C tak resmi.  Seperti melakukan menampung/membeli, pengangkutan, pengelolaan dan lain-lain.

Dalam UU itu dipaparkan adanya sangsi bagi mereka menggunakan material Galian C tanpa izin. Setiap perbuatan akan di sanksi pidana berupa penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda uang sampai Rp100 miliar.

Dari sektor penerimaan pajak,  aturan  tersebut jelas mengirim rambu-rambu kepada lembaga pemerintah yang  kompeten di bidang itu. Setiap pajak yang ditagih harus mempunyai IUP OP (Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi). Jikalau tidak, lembaga tersebut dapat dikatakan melanggar aturan atau perilaku pungli.

Penulis : Tris Mulyadi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *