KALTENG, Nusantaranews86.id – Samin Tan ke pengusaha batu bara, kesulitan Izin yang terkait pemutusan perjanjian karya perusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) generasi III di Kalimantan Tengah antara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dan Kementerian ESDM di Kalimantan Tengah.
Samin memberi suap Rp 5 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, agar membantu mengurus masalah izin pertambangan. Juga, meminta bantuan Politikus Golkar yang juga anggota DPR, Melchias Marcus Mekeng agar terminasi PKP2B PT AKT dapat ditinjau kembali oleh Kementerian ESDM.
Samin sempat menjadi buronan KPK mulai 6 Mei 2020 lantaran mangkir dari panggilan.
Samin pun masuk bui KPK. Sayangnya, Pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Samin Tan tetap divonis bebas setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan jaksa KPK. MA menilai Samin Tan tidak terbukti menyuap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum pada 30 Agustus 2021.
MA menolak permohonan kasasi yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK dalam putusan tingkat pertama terhadap mantan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk (PT BORN), Samin Tan. Penolakan itu menguatkan vonis bebas Samin Tan.
Samin Tan diberikan putusan bebas oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Malam hari setelah putusan itu diketuk, KPK langsung membebaskannya dari rumah tahanan (rutan).
*KPK Pun Kecewa Berat*
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Minggu, 19 Juni 2022.
“Komisi Pemberantasan Korupsi masih tak percaya mantan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk (PT BORN), Samin Tan, bisa bebas dari jeratan hukum. Pasalnya, banyak kasus serupa yang berhasil menjerat pelakunya berdasarkan hukum.
Beberapa putusan pengadilan sebelumnya telah banyak yang memutus bersalah terdakwa dengan konstruksi hukum yang sama dengan perkara tersebut.
KPK menghormati putusan pengadilan yang sudah menyatakan Samin Tan bebas. Namun, putusan itu diyakini bisa menjadi preseden buruk dalam putusan pengadilan terkait kasus korupsi di Indonesia.
Manakala pertimbangan-pertimbangan pengadilan tidak melihat aspek modus korupsi yang begitu komplek sehingga penegakan hukum tidak hanya atas dasar textbook semata.
Lembaga pengadilan diharap memahami pemberantasan korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Penegak hukum dan lembaga peradilan harus memiliki persepsi yang sama dalam menindak kasus korupsi di Indonesia.
Sehingga, di sini dibutuhkan konsistensi putusan peradilan yang tidak hanya berkeadilan namun juga memberikan kepastian hukum.”