Masyarakat Minta APH Untuk Mengusut SKT Fiktif Pulau Gelam Kendawangan

Ketapang, Nusantaranews86.id – Sejumlah warga Desa Kendawangan Kiri Kecamatan Kendawangan Kabupaten Ketapang-Kalbar meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut ratusan Surat Pernyataan Keterangan Tanah (SKT) yang tanahnya berada didalam Kawasan Konservasi Pulau Gelam.

Warga dibuat kesal akibat adanya pemalsuan dokumen pembuatan ratusan SKT Fiktif yang dikeluarkan Pusar Rajali selaku Kepala Desa (Kades) Kendawangan Kiri.

Bacaan Lainnya

Sumber dipercaya kepada nusantaranews86.id mengatakan bahwa mereka sangat kecewa  dengan sikap Kades  Kendawangan Kiri, dimana menurut mereka pihak Kades hingga kini belum dapat membuktikan dan melihatkan SKT secara keseluruhan setidaknya hingga hari Senin (27/02/ 2023) lalu.

Sementara kata sumber, DP atau uang muka dari perusahaan sudah turun terlebih dahulu dengan nominal sebesar Rp 1,6 Miliar, tetapi mereka belum mendapat kejelasan terkait tanah tersebut.

“Parahnya ada sekitar 83 (delapan tiga) SKT yang sudah dibuatkan atau 167 Ha dari total 300 lebih SKT, bahkan kami tidak pernah bertanda tangan atau ikut mengukur kelapangan, dan yang kami ketahui hanya 3 (tiga) orang saja yang dibuatkan SKT, yaitu saudara Roda, Dol Ahyar, dan almarhum Aspiru,” kata sumber.

Ketika dikonfirmasi, salah seorang pemilik SKT/Surat Pernyataan Keterangan Tanah, bernama Roda warga Dusun Pantai Karya Desa Keramat Jaya, Kecamatan Kendawangan menjelaskan, pembuatan SKT atas dirinya bermula dia diminta photo chopy KTP dan Kartu Keluarga oleh oknum masyarakat berinisial Na dan Ka alias Mi.

“Photo chopy yang diminta adalah untuk mengurus SKT/Surat Pernyataan Kepemilikan Tanah berlokasi di Kawasan Konservasi Pulau Gelam”

“Dan bersamaan waktu itu juga saya diminta oleh mereka (Na dan Ka alias Mi) sebesar Rp 4,5 Juta per SKT sebagai biaya administrasi,” kata Roda kepada Nusantaranews86.id, Minggu (04/06/23) via WhatsApp.

Ketua Tim Litigasi Hukum & Advokasi  Sekretariat Nasional Komite Penegakan Pro Justitia (Seknas KPP Justitia) Dadang Suprijatna, SH, MH ketika dimintai tanggapan tentang hal diatas mengatakan area kawasan konservasi adalah kawasan yang dilindungi UU sebagaimana diatur dalam Pasal 28h UUD 1945, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan  dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, maka sudah sepatutnya dilaksanakan sesuai amanahnya.

Terkait area kawasan yang berada di suatu wilayah, maka wajib hukumnya bagi pemerintah dan masyarakat setempat untuk menjaga dan  melestarikannya.

Memperhatikan permasalahan tersebut baik masyarakat, pihak swasta dan pemerintah serta APH sudah seharusnya memberikan sikap kepeduliannya terutama terhadap “Keadilan Bagi Alam”.

Semua itu kata Dadang haruslah diwujudkan karna alam bagian dari kehidupan  manusia.

“Jadi bilamana pemanfaatan yang dilakukan tidak sesuai fungsi atau melanggar yang ada, seharusnya pemerintah dan aparat terkait mengambil sikap untuk menindak tegas para pelaku dengan sangsi sesuai Undang-Undang yang berlaku”

“Tentunya, tanpa terkecuali jangan sampai penegakan hukum setengah hati atau tajam ke bawah  tumpul ke atas,” ungkap Dadang Supriatna yang juga Dosen di Fakultas Hukum Djuanda Bogor ini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *