Mempawah, Nusantaranews86.id – Warga Desa Peniti Dalam 1 Kecamatan Segedong, Kabupaten Mempawah, menuntut ganti rugi tanah dan tanaman mereka yang terkena proyek siluman pekerjaan normalisasi sungai dan jalan.
Tuntutan warga ini bahkan disampaikan melalui ke DPRD Kabupaten Mempawah, untuk difasilitasi dengan Aparat Pemdes.
Sehingga pada hari Rabu tanggal 5 Juli 2023 bertempat di Ruang Rapat DPRD Kabupaten Mempawah.
Dimana tanah dan tanaman warga yang terkena proyek tersebut, lebar 10 meter (3 meter untuk sungai dan 7 meter untuk jalan) panjang 5800 meter (5,8 Km). Pada tahun 2020.
Terkait hal diatas Adv. Chandra Kirana SH selaku Ketua Tim kuasa hukum warga dari kantor hukum Chandra Kirana Law Offices & Partner menyampaikan,” bahwa hak warga harus sesuai ketentuan: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
pada bab II pasal 2 ditegaskan bahwa :
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan asasi :
a. kemanusiaan;
b. keadilan;
c. kemanfaatan;
d. kepastian;
e. keterbukaan;
f. kesepakatan;
g. keikutsertaan;
h. kesejahteraan;
i. keberlanjutan; dan
j. keselarasan.
Sangat jelas semua poin dalam pasal 2 UU No.2 tahun 2012 tidak terpenuhi satupun oleh pihak kepala desa Peniti dalam 1, ketika mengambil tanah milik warga, apalagi dengan ketegasan tidak ada ganti rugi dengan alasan bahwa proyek tersebut untuk jalan umum yang dibiayai oleh APBD Provinsi, ditambah lagi adanya intimidasi dan ancaman yang dilakukan oleh oknum aparat desa dan oknum aparat kepada warga yang menolah lahan tanah mereka yang diambil paksa.
Tidak ada aturan yang dapat memaksa warga melepas lahan tanah mereka tanpa ganti rugi dengan alasan untuk kepentingan umum,seperti yang dilakukan oleh Kepala Desa Peniti dalam 1 Kecamatan Segedong, Kabupaten Mempawah tersebut. Karena pada pasal 3 UU No.2 2012 juga telah menegaskan bahwa :
“Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak”, Dimana kepentingan hukum yang berhak oleh warga adalah kepentingan hukum kepemilikan dimana selama memiliki dan menguasai lahan tersebut warga telah menjalankan kewajiban mereka membayar pajak berupa PBB kepada pemerintah yang sebagian berupa sertifikat Hak Milik(SHM) dan sebagian masih berupa SKT, dan lahan tanah tersebut juga produktif digarap sebagai perkebunan oleh warga yang memilikinya.
Perluh diketahui bahwa dalam melakukan pembebasan lahan tanah milik warga Desa Peniti dalam 1, sarat dengan manipulasi yang jelas terjadi pelanggaran UU No.2 tahun 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN Umum, Karena dalam Bab III pasal 4
Perihal pokok-pokok pengadaan tanah, pada ayat (1) dan ayat (2) sangat jelas berbunyi :
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk Kepentingan Umum.
(2) Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya pendanaan untuk Kepentingan Umum.
Artinya bilamana lahan tanah milik warga diambil untuk proyek sarana umum,berupa jalan untuk kepentingan umum tidak bisa disampaikan secara lisan oleh kepala desa peniti dalam 1 dan diambil paksa dengan mengatakan untuk kepentingan umum sehingga tidak ada ganti ruginya.
Jadi tidak ada aturan yang dapat memaksa warga melepas hak kepemilikan mereka,selama hak mereka secara UU tidak dipenuhi,sebab mereka baru akan punya kewajiban melepas hak mereka sesuai penegasan pasal 5 :
“Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”, dan dalam hal ini negara harus hadir untuk memberi kepastian hukum dan asas keadilan untuk memenuhi Hak warga,bukan mengatasnamakan kepentingan umum dan pemerintah merampas hak warga dengan cara tidak manusiawi, tegas Chandra mengakhiri.