Ketapang, Nusantaranews86.id – Proyek Peningkatan Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam senilai Rp 37,2 miliar yang saat ini dalam pengerjaan penimbunan diduga menggunakan material tanah laterit yang tidak mengantongi Izin Galian C.
Penggunaan material itu diketahui dinas terkait, hanya saja, pihak dinas melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berkilah, bukannya tidak berizin namun pembuatan izin Galian C nya masih berproses.
Proyek Peningkatan Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam merupakan proyek besutan Dinas PUTR (Pekerjaan Umum dan Tata Ruang) Kabupaten Ketapang, bersumber dari APBD Ketapang melalui program Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit Tahun 2024. Sebagai pelaksana proyek ini dikerjakan oleh PT HPM beralamat di Pontianak.
Menyikapi persoalan di atas, Koordinator Lembaga Tindak (Tim Investigasi dan Analisis Korupsi) Indonesia, Darmawi, SE, SH, MH, menyatakan PT HPM yang sedang mengerjakan proyek senilai Rp. 37,2 miliyar itu, tampaknya bakal berpotensi bermasalah dengan hukum karena Pelaksana (PT HPM) diduga melakukan kongkalikong dan berani menggunakan material ilegal.
Menurut Yayat, Ancaman hukuman terhadap pelaksana seperti itu cukup berat dan tidak tanggung-tanggung, dimulai dari hukuman kurungan penjara hingga denda mencapai ratusan miliaran rupiah.
Terkait statement (pernyataan) Rahmad Golden seorang PPK yang juga menjabat sebagai Kabid Bina Marga di Dinas PUTR Kabupaten Ketapang mengatakan bahwa Izin Galian C sedang diproses, Yayat berpendapat, statmennya tersebut mesti dipertanggung jawabkan secara Yuridis.
“Statement PPK tersebut saya anggap bertendensi menyepelekan dan mengangkangi Perintah Undang-Undang,” kata Yayat, Rabu (26/06/24).
“Sedangkan, jika PT HPM benar terbukti secara sengaja memasok bahan material tambang ilegal (Galian C illegal ) dalam proyek tersebut, maka PT HPM berpotensi bermasalah dengan hukum dan saya minta APH (Aparat Penegak Hukum) periksa PT HPM,” lanjutnya.
“Kontraktor proyeknya sudah dipastikan dapat dipidana kurungan penjara selama 5 tahun dan denda maksimal Rp. 100 miliar, sesuai dengan Pasal 161 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”
“Bahwa, Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar. Jadi, ancaman Pidana dan Denda sudah jelas tersebutkan, maka kategorinya PT HPM telah melakukan pelanggaran hukum,” sambung Yayat menjelaskan.
Disisi lain kata Yayat, akan terjadi pelanggaran atas UU Tipikor yang apabila PPK dalam memberikan keterangannya membenarkan perbuatan yang salah dan secara sengaja telah dilakukan oleh pelaksana proyek tersebut dalam hal ini oleh PT HPM.
“Maka berhati-hati dengan tendensi yang sudah mengarah pada pasal Penyalahgunaan kewenangan,” cetusnya.
Selanjutnya Koordinator Tindak Indonesia ini berpendapat, secara kualitatif apabila terjadi dan terbukti secara nyata bahwa pemakaian Galian C yang tidak berizin digunakan di proyek Peningkatan Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam, maka perlu diuji juga terhadap skala kualitasnya oleh BPKP.
“Karena apabila sumber material galian C yang digunakan adalah illegal maka verifikasi kualitas materialnya sudah pasti tidak lolos uji labnya,” pungkas Yayat.
Seperti diberitakan Nusantaranews86.id edisi sebelumnya, Pengerjaan Proyek Peningkatan Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam senilai Rp 37,2 miliaran, saat ini masih memasuki tahap awal, melakukan penimbunan material tanah laterit oleh pelaksana.
Sesuai kontrak yang ada, dituliskan, proyek ini merupakan besutan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Ketapang, bersumber dari APBD Ketapang melalui program DBH Sawit Tahun 2024.
Proyek tersebut bernomor kontrak : P/1814/KPK-APBD-DAK/DPUTR-B/600.1.9.3/v/2024, sebagai pelaksana adalah PT HPM dengan masa kerja selama 180 hari, sejak ditandatangani kontrak 03 Mei 2024.
Dalam perjalanannya, proyek Peningkatan Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam saat ini disorot dan menjadi perhatian masyarakat, setelah Koordinator Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Cabang Ketapang, Jumadi, mengungkapkan tanah laterit yang digunakan sebagai material timbunan pada proyek tersebut.
Tanah laterit yang dipasok oleh sang kontraktor (pelaksana) itu, diduga bersumber dari tanah yang tidak mengatong Izin Batuan atau dikenal dengan Izin Galian C.
Jumadi berpandangan, prilaku berusaha seperti itu harus dikoreksi, karena menurutnya, prilaku tersebut telah mengangkangi Peraturan dan Undang-Undang yang ada. Pemikiran dan koreksi itupun telah disampaikan Jumadi melalui media ini.
Menyikapi persoalan di atas, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUTR Ketapang, Rahmad Golden mengatakan, mengetahui adanya kritikan tersebut.
Hanya saja Rahmad berdalih, Galian C dimaksud bukan lah tidak berizin atau illegal namun proses pengurusan izin nya belum rampung atau dalam proses.
Rahmad menyebutkan, pengurusan Izin Galian C oleh pemilik lahan diurus sejak pelaksana memulai pengerjaan proyek, sekitar sebulan setelah kontrak kerja ditandatangani.
Izin batuan itu diterangkan Rahmad diurus dan dikeluarkan oleh Dinas ESDM Provinsi Kalbar. Masa pengurusan izin katanya memakan waktu cukup lama, sementara proyek harus segera dikerjakan.
“Izin sudah diurus, tapi Izinnya belum selesai,” kata Rahmad, Senin (24/06/24) di ruang kerjanya.
Menjawab pertanyaan wartawan, Surat Izin Galian C bukan menjadi syarat administrasi Perusahaan Jasa Kontruksi untuk mengikuti lelang atau melakukan penawaran sebuah proyek.
Berdasarkan pengalaman kata Rahmad, Izin Galian C atau surat dukungan Izin Galian C yang dilampirkan peminat pada penawaran proyek dalam aturan sebelumnya, tidak menjamin letak (titik) koordinat lahan pemilik Izin sesuai dengan lokasi proyek yang dimenangkan atau akan dikerjakan.
Seperti kasus ini dicontohkan Rahmad, sebenarnya ada pemilik tanah laterit yang mengantongi Izin Galian C namun alamatnya Kecamatan Marau. Sementara lokasi pekerjaan saat ini berada sangat jauh dari Kecamatan tersebut.
Atas pertimbangan itulah pihak dinas merestui pengerjaan proyek Peningkatan Jalan Sungai Kepuluk-Batu Tajam, material galian (tanah laterit) nya dipasok dari daerah setempat dengan catatan pemilik lahan harus mengurus perizinan lebih dahulu.
Dengan kata lain kata Rahmad, pelaksana atau kontraktor diperbolehkan membeli material Galian C seperti tanah uruk dan laterit kepada pemilik yang belum memiliki izin, namun katanya, pada waktu ingin memobilisasi atau mengunakan galian tersebut, pemilik harus terlebih dahulu mengurus izin.
“Atau, setidaknya pemilik lahan dapat melihatkan bukti ke dinas bahwa material tanah tersebut sedang dalam proses pengurusan izin,” jelasnya.
Selanjutnya, Rahmad melalui media ini menyatakan pihak dinas selalu siap menerima kritik sekecil dan sebesar apapun, yang penting menurutnya, setiap kritik yang diberikan harus berdasar dan sifatnya membangun.
Hingga berita ini tayang, Nusantaranews86.id masih menghimpun data dan sejumlah keterangan dari pihak-pihak terkait.