Ketapang, Nusantaranews86.id – Kebakaran kebun sawit PT SKM (Sinar Karya Mandiri) Ketapang yang terjadi lebih sepekan lalu, telah melahirkan sejumlah dampak. Selain merusak ekosistem kebakaran inipun menyebabkan polusi terhadap lingkungan, dan Bumi Ketapang dikelilingi kabut asap.
Banyak Pihak berpendapat, kebakaran yang meluluh lantakan lahan perusahaan itu diduga adanya kelalaian pihak perusahaan.
Seharusnya kata mereka kebakaran tidak menjalar secepat itu, jika PT SKM dalam berusaha memperhatikan ketentuan dan tata cara berkebun sawit yang baik dan benar.
“Untuk itu dengan tidak berburuk sangka, kami meminta APH (Aparat Penegak Hukum) dan instansi terkait dapat mengusut tuntas kebakaran yang terjadi di PT SKM,” kata Haji Zainudin Ketua LSM Peduli Rakyat Miskin Ketapang, Rabu (13/09/23)
Menurut pandangannya, perusahaan (PT SKM) mempunyai track record buruk dalam mengelola perkebunan sawit. Tahun 2019 kebakaran serupa pernah terjadi. Kasus ini diproses melalui meja hijau sehingga tahun 2021 pengadilan menyatakan perusahaan bersalah, dan perusahaan dikenakan sangsi berupa membayar denda Rp 1 miliar.
Mantan Anggota DPRD Kabupaten Ketapang ini menuturkan, banyak hal yang perlu dipertanyakan kepada PT SKM yang dianggapnya selalu berulah terkait kebakaran ini. Diantaranya, pertama, perlu dipertanyakan selama mengelola perkebunan, apakah memang PT SKM telah menjalankan amanah yang tertuang dalam Permentan Nomor 05 Tahun 2018. Seperti katanya tentang Sapras (sarana dan prasana),
“Ya, seperti keberadaan menara api dan embung. Jumlahnya harus proforsional atau sesuai dengan luas HGU perusahaan,” ucapnya.
Bagaimanapun menurut politikus dari Partai Persatuan Pembangunan ini, dalam Permentan tersebut sudah jelas menegaskan dimana setiap lahan 500 hektar harus berdiri 1 (satu) menara api dan dua sampai tiga embung (penampung air).
“Bahkan, tata letak embung juga diatur, seperti tidak jauh dari sumber air. Jika ada kebakaran, api dapat segera dipadamkan dengan air yang berada dalam Embung tersebut,” katanya.
Kedua, menurut Zainudin, perlu juga ditanyakan tentang keberadaan Satgas (satuan petugas) Tim Siaga Api yang dibentuk oleh perusahaan, apakah sudah bekerja secara maksimal dan bertanggung jawab.
Seharusnya kata dia Satgas yang ada mampu mengumpulkan informasi terkait musim kemarau dan musim hujan, setiap masing masing kebun sebagai upaya mengantisipasi dan mendeteksi awal.
Satgas dalam memainkan peranannya dapat melakukan Inventarisasi dan evaluasi keberadaan kelompok tani, sebagai pengendali kebakaran di perkebunan, apabila terjadi kebakaran diharapkan tidak meluas seperti sekarang ini.
“Selain tugas lainnya, Satgas harus mampu memastikan kesiapan sistem peringatan dini, deteksi dini dan pemantauan serta pemadaman kebakaran, sebagai upaya menghindari penyebaran titik-titik api yang lebih banyak,” tutur Zainudin.
“Yang tak kalah penting, jika terjadi kebakaran pihak perusahaan tidak perlu malu untuk berkoordinasi dengan pihak eksternal, seperti Polisi, Pemerintah Daerah maupun Damkar setempat, guna mencegah meluasnya titik api”
“Belum lama ini saya membaca media Online atas pernyataan Kapolres Ketapang menyikapi kabut asap, bahwa Kapolres mengatakan belum menerima laporan adanya kebakaran lahan perkebunan milik perusahaan manapun”
“Padahal faktanya, tidak jauh dari kota ketapang terjadi kebakaran lahan kebun sawit milik PT SKM yang cukup luas. Mungkin karena malu atau tidak mau disalahkan, akhirnya perusahaan tidak memberi kabar dan berkoordinasi dengan pihak terkait,” pungkasnya.
Sementara Kunardi Direktur PT SKM Ketapang dalam hal ini tidak memberikan keterangan, padahal nusantaranews86.id telah melakukan konfirmasi via WhatsApp.
Seperti diketahui, tragedi kebakaran lahan PT SKM telah diberitakan media ini sebelumnya dengan judul, “Penyumbang Asap, Puluhan Hektar Lahan Kebun Sawit Milik PT SKM Terbakar”.
Diperkirakan puluhan hektar lahan perkebunan sawit milik Sinar Karya Mandiri (PT SKM) Ketapang terbakar, sejak sepekan lalu.
Perusahaan yang berkantor di Desa Tanjung Pasar Kecamatan Muara Pawan-Ketapang itu seakan tak mampu mengantisipasi, sehingga kebakaran dengan cepat meluas. Diduga semua itu diakibatkan adanya kelalaian lemahnya sistem pemadaman dan pencegahan dari pihak perusahaan.
Lokasi karhutla (kebakaran hutan dan lahan) itu, dikabarkan sangat dekat dengan pemukiman, dan jarak dari ibukota Kabupaten Ketapang sekitar 35 km. Sehingga atas kejadian tersebut sangat berdampak, dan masyarakat menjadi resah.
Belum lama ini Pihak Kompeten menyatakan dengan tegas bahwa kebakaran lahan di PT SKM sebagai penyumbang asap di Bumi Bertuah ini. Pihak itupun mensupport agar kebakaran lahan di area PT SKM dapat diusut Tuntas dan diproses hukum sesuai aturan yang berlaku.
Dampak dari pembakaran hutan ini sangat besar, salah satunya merusak ekosistem dan menyebabkan polusi terhadap lingkungan sekitar. Dalam kondisi ini pentingnya untuk mengingat terkait Undang-Undang tentang kebakaran hutan dan lahan.
Sumber dipercaya kepada media ini mengatakan, Karhutla yang terjadi di wilayah PT SKM, tidak sebatas pada area yang sudah tertanam pohon sawit, namun diterangkannya sejumlah lahan kosong juga ikut terbakar. Titik-titik api semakin jelas terlihat dimalam hari ketika sang si jago merah itu melahap semak belukar tanpa ampun.
Menurut Sumber, hampir setiap devisi yang tergabung dalam wilayah Desa Tanjung Pasar atau Estate Tanjung Makmur, Desa Mayak atau Mensubok Makmur dan Estate Sentap atau Sentap Makmur, lahan lahannya ikut terbakar.
Meski sempat diguyur hujan beberapa hari lalu, titik api dan asap tebal di beberapa devisi masih terlihat. Seakan menyampaikan pesan bahwa mereka (api) sudah terlanjur membara kenapa mereka tidak dicegah dan diantisipasi dari awal.
“Miris sekali, akibat kurang hati-hati kebakaran tampak semakin meluas. Semoga persoalan ini dapat segera diatasi dan penegak hukum dapat bertindak,” harap sumber, Minggu (10/09/23).
Sampai berita ini dikirim ke redaksi, Nusantaranews86.id masih mengumpulkan sejumlah data, melakukan pemantauan di lapangan dan mewawancarai pihak-pihak terkait.
Jejak Digital
Melirik jejak digital, kejadian serupa (kebakaran) di area PT SKM pernah terjadi pada tahun 2019.
Berdasarkan putusan pengadilan, pihak perusahaan dinyatakan bersalah yang selanjutnya pada tahun 2021 perusahaan dikenakan sangsi membayar denda sebesar Rp. 1 miliar.
Undang-Undang Tentang Kebakaran Hutan dan Lahan
Dikutip dari justice redaksi, Regulasi yang mengatur terkait larangan pembakaran hutan dan lahan secara sengaja untuk tujuan pembukaan lahan, diatur dalam berbagai undang-undang seperti UU No.41 Tahun 1999 Tentang kehutanan, UU 32/2009 PPLH dan UU 39/2014 Tentang perkebunan.
Pembakaran hutan dengan disengaja berdasarkan UU Kehutanan merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana serta denda. Pasal penjerat pelaku pembakaran hutan dalam UU Kehutanan ini yaitu Pasal 78 Ayat 3 UU 41 Tahun 1999, isi dalam pasal ini yaitu barangsiapa yang dengan sengaja melakukan pembakaran hutan akan dikenakan pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 5 miliar.
Sedangkan dalam Pasal lain, yaitu Pasal 4 menyatakan pelanggar karena kelalaian diancam pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 1,5 miliar.
Undang-Undang tentang kebakaran hutan dan lahan lain diatur dalam UU PPLH, aturan membuka lahan dengan dibakar merupakan pelanggaran hukum yang dilarang sesuai dengan isi dalam pasal 69 ayat 2 huruf h. Sanksi untuk pelaku berdasarkan UU PPLH diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda antara Rp. 3-10 miliar.
UU Perkebunan menjadi salah satu undang-undang tentang kebakaran hutan dan lahan yang melarang membuka lahan dengan cara membakar hutan. Larangan tersebut tertuang dalam Pasal 56 ayat 1.
Sanksi untuk pelaku usaha atau pelaku pelanggaran kebakaran hutan dan lahan akan dijerat Pasal 108 UU Perkebunan dan akan dikenakan hukuman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 10 miliar.
Pemerintah telah membuat regulasi tegas mengenai larangan pembakaran hutan yang disengaja dalam tujuan apapun. Selain menjadi masalah serius dan menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan, pembakaran hutan berskala besar dapat membuat lahan menjadi tidak subur dan merugikan.
Undang-undang tentang kebakaran hutan dan lahan ini menjadi salah satu perhatian pemerintah dalam melestarikan hutan yang menjadi salah satu aset dari negara.