JAMBI, nusantaranews86.id – Penyelidikan kasus korupsi pada proyek pekerjaan peningkatan jalan Burung Hantu Dam Siambang kecamatan Mandiangin dihentikan (SP3) dengan alasan telah mengembalikan kerugian negara
Proyek Burung Hantu Dam Siambang yang dimenangkan PT. Trenggano Citra Mandiri dengan nomor kontrak 13/kont/BM-RKJ/DPU-PR/Fis/2021 tanggal 4 Maret 2021 dengan nilai SPK/Kontrak sebesar Rp. 4.780.070.000 TIDAK DIKERJAKAN SAMA SEKALI, NAMUN DI CAIRKAN HINGGA 62%
Hal tersebut juga dibuktikan dengan surat perintah pencairan dana (SP2D) tertanggal 19 april 2021 yang dikirim kepada inisial RMT selaku direktur utama PT. Trenggano citra mandiri senilai Rp. 1.860.614.230 pada rekening 0047579597 PT. Bank Sinarmas KCP Sarolangun.
Disamping itu, MD selaku PPK saat itu dikonfirmasi Nusantaranews86.id mengakui bahwa dirinya hanya diperintahkan untuk mencairkan saja, ada dua tahap, pertama DP 20% dan termin selanjutnya hingga 62%, namun saat ditanyakan terkait pencairan tersebut apakah pihak penyedia jasa melampirkan foto hasil progres 0% sampai 50% dirinya mengatakan “lupa tidak ingat lagi,”
Saat ditanya siapa konsultan pengawasnya, dirinya mengatakan “Lupa, namun yang jelas konsultan tersebut dari Jambi,” ungkapnya lagi
MD juga menjelaskan bahwa pada pekerjaan peningkatan jalan Burung Hantu tersebut yang menjadi PPTK merangkap KPA adalah Ucok sendiri, dirinya hanya sebagai PPK.
Dalam rekaman video hasil investigasi dan pengambilan keterangan tim media terhadap warga Dam Siambang salah satunya Udin begok selaku kadus.
Udin menjelaskan “Dalam kasus jalan Burung Hantu Dam Siambang, dirinya telah mengusulkan ke Pemkab Sarolangun, dan melakukan pengukuran sepanjang 7,5 KM dan bupati mengatakan pada dirinya bahwa jalan Burung Hantu yang diusulkan telah dianggarkan.
Bahkan dirinya sendiri telah bertemu sekda, namun pada kenyataan nya pekerjaan tersebut tidak ada, dan sempat melakukan kroscek bahkan sampe ke desa tetangga yang diisukan bahwa pekerjaan tersebut dipindahkan akan tetapi hasilnya nol tidak ada sama sekali, yang menjadi pertanyaannya adalah kemana anggaran sebanyak 4,8 Milyar tersebut sementara pekerjaan tidak ada, ungkapnya dalam video singkat pada tanggal 21 Juni 2022 yang dirangkum tim media NN.
Ditempat yang berbeda AKBP. Ade Dirman S.H., M.H. Kasubdit III Tipikor Polda Jambi saat dijumpai diruang kerjanya menjelaskan, bahwa terkait kasus jalan Burung Hantu Dam Siambang telah di hentikan/di SP3 kan, dengan alasan dalam pelaksanaan penyelidikan adanya mendapatkan telegram dari atasannya bahwa tekait perkara tersebut telah ada pengembalian kerugian ditingkat penyelidikan.
Ini penjelasan Kasubdit III : “Jadi begini Mas, dalam hal masalah proses pelaksanaan Gakkum dalam kasus tindak pidana korupsi saya sebutkan, jika dalam proses penyelidikan ada pengembalian kerugian negara ke kas negara agar lidik tidak ditingkatkan kepada sidik,” terangnya.
Saat ditanyakan apakah itu sebuah perintah, intruksi/telegram, dirinya mengatakan, “ya aturan disitu, seperti Pak Bambang jelaskan tadi, salahsatu unsur kerugian negara sudah dipulihkan dengan adanya pengembalian pada proses penyelidikan,” Ungkapnya.
Kemudian Bambang salahsatu Penyidik yang dipanggil keruangannya untuk menjelaskan ke media ini, mengatakan, “Bahwa prasa dalam pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 tidak masuk atau tidak mengena,” ujarnya.
Bahkan menurut Kasubdit, pemberhentian penyelidikan tersebut bersifat permanen dengan tegas dirinya menyatakan “ya saya menghentikannya,” tegasnya lagi.
M. Muslim salah seorang aktivis mahasiswa hukum Universitas Adiwangsa Jambi mengemukakan pandangan yang berbeda saat mendengar statemen Kasubdit III Reskrimsus Polda Jambi.
Dirinya menyebutkan Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, berdasarkan hasil Rapat Pleno Kamar Pidana Mahkamah Agung RI telah menghasilkan
kesepakaan sebagai berikut
Pertama bahwa Ketentuan batas waktu 60 hari pengembalian kerugian negara atas
rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan/Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara tidak berlaku bagi Terdakwa yang bukan Pejabat (swasta) yang mengembalikan kerugian negara dalam tenggang waktu tersebut, ketentuan tersebut hanya berlaku bagi Penyelenggara Pemerintahan.
Tetapi tidak bersifat mengikat manakala
pengembalian kerugian negara oleh Penyelenggara Pemerintahan dilakukan setelah batas waktu 60 hari.
Adalah menjadi kewenangan Penyidik melakukan proses hukum apabila ditemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, bahwa instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan
negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi Iainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara.
Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya kerugian negara.
Dalam kasus ini karena sudah lewat batas waktu 60 hari sejak BPK menyatakan kerugian negara, maka Penyidik tidak berkompeten untuk mengatakan bahwa dikarenakan pelaku telah mengembalikan kerugian negara lalu kasusnya dihentikan.
“Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian negara adalah BPK bukan BPKP atau Inspektorat apalagi Penyidik,” tegasnya.
Atas dasar inilah Penyidik tidak memiliki kapasitas untuk menentukan ada tidaknya kerugian negara termasuk juga alasan telah mengembalikan kerugian negara lalu Penyidik mengSP3 proses penanganan kasus aquo.
“Mesti dipastikan benar apa yang menjadi hasil audit BPKnya, terkait juga rekomendasinya seperti apa, jangan sampai penyidik terkesan tidak bekerja pada koridor yang ada dan dianggap melindungi oknum koruptor,” tutupnya.
Penulis: Ahmad.T/NN