Ketapang-Kalbar, Nusantaranews86.id –Sebagai aparatur Negara berkedudukan di desa dan terlahir dari pilihan rakyat, Kepala Desa Lembah Mukti Kecamatan Manis Mata Ketapang-Kalbar Agus Suryadi mengatakan, dia mempunyai kewajiban untuk menjaga kenyamanan dan keamanan warga dari gangguan pihak manapun.
“Itu amanah yang diberikan masyarakat. Mereka memilih dan saya bersedia melindungi dan bertekad memajukan desa bersama mereka,” tutur Agus Suryadi mengawali cerita atas tanah warganya bersertifikat dicaplok oleh PT MAI (Maya Agro Investama) kepada Nusantaranews86.id, Senin (20/03/23).
Menurut dia, perusahaan (PT MAI) yang tergabung dalam Cargil Group itu diduga dengan sengaja menduduki tanah warga Lembah Mukti secara sepihak padahal telah memiliki surat sah dari BPN Ketapang berbentuk Sertifikat.
Menyikapi kejadian itu Sang Kades terus bersuara atas nama ketidak-adilan. Kerugian dan ketertindasan yang menimpa rakyatnya membuat hatinya sedih bak tersayat-sayat. Sementara perusahaan bergerak di usaha perkebunan itu dinilai Kades tak tersentuh hukum.
Meski sudah melakukan mediasi dan menyurati PT MAI namun kata dia PT MAI tak bergeming dan mengklaim tanah yang dipersoalkan termasuk dalam HGU perusahaan.
“Sepekan lalu, pihak desa juga melaporkan kasus ini ke DPRD Kabupaten Ketapang, guna mengurai permasalahan dan dicarikan jalan keluar, namun hingga sekarang kami belum mendapat balasan,” ungkap Agus Suryadi.
“Kami sangat mengharapkan bantuan para dewan yang terhormat, memanggil dua belah pihak sehingga kasus tanah ini terang benderang ada solusi dan terselesaikan,” sambung dia.
Berdasarkan catatan Kades, tanah yang diduduki sepihak oleh PT MAI seluas 7 Hektar, bersertifikat dan atas nama 13 orang. Tanah tersebut telah berubah kebun sawit dan diakui perusahaan masuk dalam HGU.
Kades Lembah Mukti menyadari, melawan PT MAI yang tergabung dalam Cargil Group tidak mudah. Perusahaan itu dinilai perusahaan besar dan mempunyai koneksi cukup luas. Namun demi menegakkan kebenaran Sang Kades mengaku tidak akan mundur selangkahpun sebelum tanah warga dikembalikan perusahaan.
Untuk itu dia bertekad, jika terjadi mediasi DPRD Ketapang namun mengalami kebuntuan, rencananya persoalan ini akan dibawa dan dilaporkan ke Satgas Mafia Tanah.
“Syukur-syukur pelaporan ke Mafia Tanah, Anggota Dewan Ketapang bisa mendampingi,” ucapnya.
Selanjutnya dia mengharapkan pihak terkait dapat meninjau kembali ijin perusahaan (PT MAI). Kades Lembah Mukti melihat perusahaan telah memanen buah sawit bertahun-tahu di atas tanah warga yang buka hak perusahaan sehingga Negara dirugikan.
Agus Suryadi juga meminta agar organisasi dari berbagai sektor industri kelapa sawit RSDO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) menanggapi persoalan itu.
Keberadaan PT MAI di Kecamatan Manis Mata dapat ditinjau kembali apakah perusahaan dalam menjalankan usahanya sudah sesuai sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial, sesuai ketenagakerjaan, transparansi dan ramah lingkungan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
“Semoga ISPO dan RSPO menyikapi persoalan ini, mengevaluasi apakah perusahaan sudah melawan atau tidak 7 prinsip ISPO yang harus di hormati. Dan jika perlu/memungkinkan, mengaudit, selama berdiri perusahaan apakah ada melakukan kriminalisasi,” ungkap Kades Suryadi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tanah warga bersertifikat di Desa Lembah Mukti Kecamatan Manis Mata, diduga dengan sengaja dicaplok oleh PT MAI (Maya Agro Investama).
Tanah seluas 7 hektar dan atas nama 13 warga tersebut mempunyai surat sah (bersertifikat) yang dikeluarkan oleh BPN tahun 2000. Sementara PT MAI yang tergabung dalam Cargil Group mengklaim telah melakukan ganti rugi dengan warga berinisial Ismanto pada tahun 2006.
Tanah warga itupun telah berubah kebun kelapa sawit dan PT MAI mengklaim tanah dan kebun sudah termasuk HGU mereka. Kades Lembah Mukti beranggapan alasan perusahaan sengaja dibuat-buat demi menguasai tanah secara sepihak.
Kades Lembah Mukti Agus Suryadi dengan tegas menerangkan dirinya akan mengungkap kasus itu dan tidak akan berdiam diri, melihat begitu saja perusahaan menguasai tanah warga secara illegal. Dia terus bergerak memperjuangkan hak masyarakat yang dirampas oleh PT MAI secara licik dan semena-mena. Dia percaya dan yakin masih ada hukum dan keadilan di negeri ini.
“Kan aneh, sertifikat terbit tahun 2000 sedangkan perusahaan mengaku membeli dari warga tahun 2006. Yang benar saja,” tuturnya
Sang Kades berharap agar polemik pencaplokan ini tidak berkepanjangan. Dia meminta perusahaan (PT MAI) segera menyadari dan mengumumkan mengakui secara tertulis bahwa warga adalah pemilik sah tanah dimaksud.
Perusahaan harus mengganti dan membayar kepada warga akibat penguasaan tanah sepihak yang dihitung secara profesional dan proporsional.
Jika memang perusahaan masih membangkang, Kades Agus minta aparat hukum bisa memproses sesuai hukum yang berlaku. Jika perlu katanya ijin perusahaan dapat ditinjau kembali.
Sementara pihak Cargil Group sesuai surat yang ditujukan kepada Kades Lembah Mukti, Nomor 017/CR-Reg 2/IV/2022, tertanggal 18 April 2022 ditanda-tangani oleh Hidirmanto, SH selaku CR Manager region 2, menerangkan blok/lokasi yang diklaim oleh masyarakat memiliki data dan legalitas sebagai berikut, dimana dijelaskan, tanah dimaksud termasuk di blok/lokasi dalam ijin PT MAI terbit tahun 2006.
Perusahaan berpendapat bahwa lahan di blok yang diperkarakan (K34B4e) diperoleh dengan proses ganti rugi dan tanam tumbuh (GRTT) dari Saudara Ismanto pada tahun 2008, sebagai pemilik lahan Saudara Ismanto juga sudah menerima kompensasi kebun plasma pola kemitraan yang tergabung dalam koperasi Mitra Arma Jaya.
Sedangkan Ismanto dalam keterangan pada media ini mengatakan, pembebasan lahan itu telah sesuai dengan aturan dan prosedur yang ada.
Mantan Kepala Desa Air Dekakah Kecamatan Manis Mata itu menjelaskan, bahwa dia tidak menyangkal atas keterangan perusahaan tersebut. Pembebasan lahan kata dia memang melibatkan dan tak terlepas tangan dinginnya. “Tidak sebatas 7 hektar yang dipersoalkan, bahkan mungkin ada ribuan hektar,” kata Ismanto
Pembebasan lahan bermula ketika dia masih aktif menjabat Kepala Desa tahun 2008 lalu. Pihak perusahaan (PT MAI) mendatangi dirinya, minta dibantu agar masyarakat setempat dapat melepaskan atau menjual lahan tersebut ke PT MAI.
Atas sejumlah pertimbangan, akhirnya dia (Ismanto) mengaku bersedia membantu apa yang menjadi keinginan perusahaan tersebut.
Dia menghubungi warga dan menyampaikan niat perusahaan. Selanjutnya mereka melakukan pertemuan dan hasil rapat (pertemuan) itu melahirkan sejumlah kesepakatan. Mereka turun ke lapangan dan perusahaan melakukan pengukuran tanah disaksikan warga dan pihak desa. Selanjutnya terjadilah proses ganti rugi oleh perusahaan ke warga.
Namun dikatakan mantan Kades ini, proses jual beli atau ganti rugi tersebut menggunakan dua cara. Pertama, ada warga memberi kuasa kepada dia untuk mengurus ganti rugi tersebut. Ada juga pemilik lahan menjual langsung kepadanya dan selanjutnya dia (Ismanto) menjual ke perusahaan. “Kedua cara dimaksud untuk mempermudah pengurusan,” akunya Sabtu, (11/03/23).
“Sebelum terjadi pembebasan lahan, pihak perusahaan mendatangi saya, dan jika tidak salah ada belasan kali jumlahnya. Setelah mempertimbangkan, saya menyetujui. Saya menghubungi pemilik tanah, melakukan pertemuan (warga dan perusahaan) dan pertemuan itupun melahirkan berbagai kesepakatan,” Kata Ismanto seraya menuturkan saat itu dia masih menjabat Kepala Desa aktif Desa Air Dekakah (Desa Induk) sebelum Lembah Mukti memisahkan diri.
“Pembebasan lahan telah sesuai prosedur dan mekanisme, dan ketika melakukan pengukuran lahan, pemilik tanah dan pihak desa ikut menyaksikan,” tambahnya.
Terkait tanah warga Desa Lembah Mukti bersertifikat masuk dalam HGU perusahaan, Ismanto mengakui tidak mengetahui itu.
“Yang jelas setiap proses ganti rugi ada pemiliknya dan mereka (pemilik) mengaku kepada saya tidak pernah menjual ke pihak manapun sebelumnya. Dan jika diperlukan, saya bisa menghadirkan mereka,” imbuh Ismanto.
Penulis : Tris Mulyadi