Indonesia Darurat Agraria Perlu Kepres Komisi Khusus

Pontianak, Nusantaranews86.id – Persoalan Agraria/pertanahan di Indonesia semakin hari semakin menjadi. Hal itu seiring melonjaknya nilai ekonomi objek lahan hampir semua wilayah di Indonesia. Sehingga praktek-praktek kejahatan pertanahan tak terbendung.

Para pelaku kejahatan tidak terbatas pada masyarakat awam namun justru banyak melibatkan oknum-oknum, seperti dari Badan Pertanahan, Oknum Lurah/Kades, PPAT, aparat penegak hukum hingga oknum peradilan dan politisi.

Atas kenyataan di atas, setiap korban kejahatan pertanahan tersebut sulit dituntaskan sesuai harapan, mengingat ketidak mampuan korban melawan para mafia tanah.

Para mafia juga dinilai selalu berdiri diantara orang kuat secara financial dan mempunyai pengaruh besar. Mereka sering mempertontonkan prilaku intervensi terhadap penegakan hukum yang memihak kepada pelaku kejahatan pertanahan.

Ketua Umum Seknas KPP Justitia Chandra Kirana, SH, CP NNLP, CH, CHt, CMI NNLP mengatakan, lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 bertujuan mengamanatkan perubahan mendasar terhadap prinsip-prinsip hukum agraria peninggalan kolonial.

Dimana pengakuan dan pengukuhan terhadap hukum adat, pelarangan monopoli penguasaan tanah dan sumber agraria lain, pengikisan praktik feodalisme serta jaminan kesetaraan hak atas tanah bagi laki-laki dan perempuan merupakan prinsip-prinsip UUPA sebagai  prinsip mewujudkan keadilan sosial.

MPR RI sebenarnya cukup jelas menerjemahkan amanat  UUPA No.5 tahun 1960, melalui TAP MPR RI No IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Meskipun 63 tahun UUPA diundangkan, lanjut Chandra, ketimpangan struktur agraria dan konflik agraria masih terus terjadi, bahkan dikatakan dia semakin meresahkan masyarakat Indonesia.

Hampir di seluruh sektor terjadi penguasaan secara besar-besaran atau perampasan  hak orang lain di atas  Sertifikat Hak Milik (DHM).

“Dan bisa juga kehadiran Hak Guna Usaha (HGU) berakibat munculnya konflik serta kriminalisasi terhadap masyarakat ketika berjuang terhadap pelanggaran hak yang dimilikinya,” ungkap Chandra Kirana, Kamis (30/03/23).

Tenaga ahli Profesional Kantor Staf Presiden Yanes Y Frans mengatakan, Indonesia sudah dalam kondisi rawan dan darurat agraria. Yanes berpandangan perlu segera dibentuk Komisi khusus agraria, guna solusi pemecahan dan penuntasan praktek kejahatan pertanahan.

Memperkuat lembaga Yanes mengusulkan, komisi khusus harus melalui Kepres (Keputusan Presiden), yang langsung di bawah koordinasi Presiden, menkopolhukam dan menteri Agraria dan Tata Ruang(ATR).

Peradilan untuk mengadili kasus-kasus kejahatan pertanahan juga seharusnya dibentuk peradilan adhoc. Secara khusus dikatakan dia pengadilan itu nantinya dapat mengadili pelaku kejahatan pertanahan dan masalah persengketaan agraria.

“Sehingga persoalan agraria dapat secara fokus ditangani dan diselesaikan,” ucap Yanes  via telpon seluler dan mengaku saat ini sedang berada di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan dan sedang menyelesaikan kasus pertanahan.

Lanjutnya, dia saat ini sedang mengagendakan segera mungkin untuk berkunjung ke Kalbar, untuk melihat, mendengar dan melakukan koordinasi serta mencari informasi perihal pelaku kejahatan pertanahan.

Mendata para mafia melakukan perampasan dan menyerobot tanah milik masyarakat, serta penguasaan kepemilikan tanah dengan cara-cara melanggar hukum.

“Saya akan turun didampingi ketua umum Seknas KPP Justitia ke lokasi, mengumpulkan data dan bukti permasalahan yang dihadapi. Kami akan membantu sehingga persoalan masyarakat tersebut dapat terurai,” aku Yanes.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *