Indramayu, Nusantaranews86.id – Para Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia kerap kali mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. Ketidakmanusiawian tersebut terjadi saat ini bukan lagi rahasia umum.
Permasalahan Hak atas makanan dan hak atas kesehatan, juga terjadinya praktik perdagangan gelap narkotika hingga komodifikasi untuk pemenuhan fasilitas layak di dalam Lapas.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mencatat ada beberapa pekerjaan rumah Dirjenpas baru yang tentu saja tidak jauh dari overcrowding. Terlalu sesaknya Rumah Tahanan (Rutan atau Lapas ) di Indonesia mengakibatkan besarnya kemungkinan transaksi untuk memenuhi kebutuhan dasar yang dijadikan komoditas di dalam fasilitas.
Tidak hanya itu, salahnya penanganan terhadap pengguna narkotika, juga menyebabkan WBP yang berasal dari tindak pidana narkotika mencapai 55% dari total WBP yang ada di Indonesia.
Per Februari 2020, 47.122 orang pengguna narkotika harus dikirim ke penjara tanpa intervensi dan jaminan memadai terkait dengan kesehatan, hal ini berdampak pada terjadi peredaran gelap narkotika di rutan dan lapas di Indonesia, yang tidak pernah teratasi secara komprehensif.
Dengan adanya kondisi overcrowding, lapas rutan menjadi tidak kapabel dalam menjalankan fungsi pemasyarakatannya, pembinaan tidak berjalan maksimal, kebutuhan dasar sekalipun sulit untuk dipenuhi, termasuk layanan kesehatan yang minim, membawa lapas menjadi sangat rentan, termasuk dalam kondisi pandemi.
“Kondisi penuh sesak Rutan dan lapas membuat hak dasar misalnya tempat tidur yang layak pun menjadi dapat diperdagangkan,” kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis, Minggu, 6 Februari 2022.
Dilansir dari Tempo.co, kondisi ini, kata dia, juga sudah diungkap dalam laporan bersama KUPP (Kerja sama untuk Pencegahan Penyiksaan) dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI, dan LPSK pada 2018 dan 2019. Laporan ini menjabarkan terdapat korupsi sistemik pada penyelenggaraan Rutan dan lapas.
Praktik jual beli segala fasilitas dasar yang seharusnya diberikan kepada para tahanan dan mempekerjakan tahanan untuk kepentingan petugas dilaporkan sebagai bentuk korupsi sistemik tersebut. Selain itu, laporan KUPP juga menemukan transaksi ilegal berkaitan dengan pengurusan hak pembebasan bersyarat.
Menyikapi hal tersebut, Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPC PPWI) Kabupaten Indramayu, Jawa barat, menyoroti sejumlah temuan dan kegiatan yang dilakukan oleh Beni Hidayat Kepala Lapas IIB Indramayu dengan melayangkan surat resmi konfirmasi tertulis.
Namun, hingga saat ini Beni selaku Kalapas IIB Indramayu belum dapat merespon dengan membalas surat konfirmasi yang dikirim.
Meskipun DPC PPWI menduga bahwa Lapas Indramayu hanya memoles instansi dengan penciteraan keterbukaan informasi.
Faktanya, surat konfirmasi yang bertepuk sebelah tangan tersebut hingga saat ini tak kunjung dipenuhi dengan jawaban yang pasti. Dari persoalan tersebut maka DPC PPWI Indramayu berencana akan membuat surat somasi ke Komisi Informasi (KI) Jawa barat.
Atim Sawano