Kalteng, Nusantaranews86.id-
Keserakahan pengusaha dan penguasa di bidang perkebunan kelapa sawit serta pertambangan di Kalimantan umumnya, dan di Kalimantan Tengah khususnya secara kasat mata secara terang-benderang mengabaikan amanat konstitusi.
Kehadiran pengusaha dan penguasa di Bumi Kalimantan, merupakan dosa besar bagi pemangku kebijakan pemerintah. Yang tidak maksimal melakukan pengawasan, dan menertipan terhadap pelaku usaha yang seenak perutnya merusak Bumi/Alam/Hutan dan lingkungan.
Carut marut kebijakan dan kurangnya pengawasan serta penertiban terhadap penguasa dan penguasa rakus, dengan merusak Alam/Hutan dan lingkungan ini mengakibatkan bumi menjerit dan menangis.
Akibat jeritan dan tangisan Bumi/Alam/Hutan dan lingkungan ini, publik pun cukup lama sudah menyumbangkan tangisannya, karena alam di Bumi Kalimantan sudah tidak bersahabat lagi. Bencana alam pun sering terjadi seperti gempa bumi dan bencana banjir menjadi langganan sepanjang tahun.
Petaka kebijakan pemerintah dengan segudang masalah tatakelola agenda publik yang kian carut marut, serta gerak gerik roda pembangunan terasa nihil untuk mensejahterakan rakyat. Sumber kekayan alam disulap menjadi tangisan rakyat jelata.
Kehancuran atas kerusakan ekosistem alam bukan hal yang baru disuarakan pelbagai kalangan. Tak kurang sejumlah aktivis lingkungan, akademisi, politisi, jurnalis, dan kaum agamawan hingga pemerintah sendiri mengampanyekan merawat alam (save our nature).
Rakyat hanya pasrah terhadap luka yang diderita akibat kedzaliman pemimpin. Ironisnya, perbuatan melawan hukum terus dilanjutkan secara masif di atas persekongkolan penguasa dan pengusaha. Kini tangisan publik semakin nyaring disuarakan.
Hamparan kekayaan alam, di atas bumi Indonesia adalah anugerah Tuhan bagi kehidupan rakyat bagi generasi penerus. Sejatinya, limpahan kekayaan itu menjamin kemakmuran, bilamana ditegakkan pada porsi yang wajar dan bertanggungjawab.
Alih-alih memberikan kesejahteraan. Tapi apa lacur, kekayaan alam justru menjadi terumbu bencana bagi rakyatnya. Belakangan, silaunya kekayaan merubah wujud penguasa dan pemodal menjadi serigala ganas, merampas hingga mencabik sendi-sendi rasa kemanusian.
Detak jantung rakyat mulai tersendat. Sinyal kematian atas sulutan ”bom waktu” mulai terasa disekujur lorong kehidupan. Tancapan ”ranjau-ranjau” di pentas kehidupan tak luput melukai adegan demi adegan.
Pentas kematian rakyat kini semakin dekat. Arah jarum jam kehidupan mengiringi dentuman ”bom waktu” yang siap ”meledak”. Pelatuk ”bom waktu” ada di tangan pemimpin guna menghentikannya, tinggal bagaimana ia menghentikannya, ujar Misnato.
Editor : Evi Zulkipli.
Sumber : Misnato Petualang Jurnalis Asal Sampit.