Ketapang, Nusantaranews86.id – Mafia tanah adalah kelompok yang terorganisir dan terstruktur dan bisa melibatkan swasta dan Aparatur Negara, untuk menguasai tanah tanah milik perorangan, milik swasta, badan hukum dan bisa juga tanah milik negara.
Seperti yang terjadi di Pulau Gelam Desa Kendawangan Kiri Kecamatan Kendawangan Kabupaten Ketapang-Kalbar, penguasaan tanah terlihat menggunakan cara cara yang terorganisir. Kejahatan luar biasa dan tingkat tinggi seperti itu harus diberantas tuntas. Karena tanah milik negara wilayah Konservasi diperjual belikan ke pihak pengusaha untuk dieksplorasi penambangan pasir kuarsa.
Erwan selaku aksi koordinator memperjuangkan hak hak keluarganya yang tanahnya dirampas oleh mafia tanah tersebut mengatakan, bahwa mereka sangat kecewa terutama kepihak pengurus lama yaitu Kanong alias Misrani Cs yang menurutnya sudah menipu dan membodohi keluarga mereka.
Pemilik lahan katanya mendapat potongan kepengurus dimana dinilai Ewan terlalu besar yaitu Rp 2 Juta per Hektar. Sementara setiap SKT/Surat Pernyataan Kepemilikan Tanah hanya dijatah 2 Hektar berarti Rp 4 Juta biaya pembuatan SKT/Surat Penyataan Tanah tersebut. Sedangkan katanya pembuatan SKT/Surat Pernyataan Keterangan Tanah menelan biaya Rp 500 Ribu, jadi total biaya potongan kepengurus sebesar Rp 4,5 Juta, dengan total sementara seluruh IUP perusahaan seluas 800 Hektar lebih.
“Menurut informasi yang saya dengar langsung dari beliau (Kanong alias Misrani), uang potongan itu dibagi-bagikan terutama ke Kepala Desa/Kades sebesar Rp 1 Juta, sisanya untuk kepengurusan dan Pemerintahan serta aparat ditingkat Kecamatan”
“Artinya yang kami peroleh hanya Rp 9,5 Juta dari sebidang tanah seluas 2 Ha. Yang mana nilai awal sebesar Rp 7 Juta per hektarnya, seharusnya dari luas tanah 2 hektar yang diterima adalah sebesar Rp 14 Juta,” tutupnya.
Sampai berita ini direlis, nusataranews86.id masih mengumpulkan keterangan pihak-pihak terkait.
Script Analisis Hukum Lembaga TINDAK Indonesia
Yayat Darmawi, SE, SH, MH Koordinator Investigation and Analisys Corruption Team (TINDAK) ditempat yang berbeda saat dimintai media ini argumentasi hukumnya terkait dengan terbitnya SKT/SPT yang patut diduga bodong karena berada dilahan dan atau lokasi konservasi yang sudah jelas dilindungi oleh Undang undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Eko sistemnya.
Selain itu ditambah lagi dari dasar hukum lainnya terkait dengan Permen LH-RI Nomor 3 Tahun 2012 mengenai Taman Keanekaragaman Hayati, berarti secara yuridis dengan banyaknya payung hukum terkait konservasi menjadi tolok ukur bahwa lokasi atau lahan konservasi adalah lahan yang perlu di lestarikan bukan malah di eksploitasi untuk kebutuhan tambang yang merugikan lingkungan dan merugikan negara.
Yayat juga berpendapat keberanian dari pengusaha tambang yang mengangkangi hukum dan aturan yang sudah terkodifikasi membuat tanda tanya besar.
Apalagi menurut dia (Yayat) perbuatan itu juga menyebabkan adanya persekongkolan di kalangan pemerintahan mulai dari oknum Desa sampai pada oknum pemerintahan dari institusi terkait.
“Adanya unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pengusaha mesti mendapatkan perhatian khusus dari Kajagung, Kapolri atau KPK-RI”
“Untuk segera dilakukan pemanggilan secara resmi tentang pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan dalam menggunakan lahan konservasi untuk kepentingan Eksplorasi illegalnya,” sebut Yayat.