Bahaya Penyakit TB, Dinkes Indramayu Ajak masyarakat Kenali Cara Pengobatanya

Indramayu, nusantaranews86.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Indramayu mengajak masyarakat untuk mengenali tuberculosis (TB), gejala dan cara pengobatannya. Pasalnya TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi dan berpotensi serius terutama pada organ paru-paru. Penyakit ini menjadi 1 dari 10 penyebab kematian.

Kepala Dinas Kesehatan Indramayu, dr Wawan Ridwan didampingi Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Indramayu, Dede Setiawan melalui Sub Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), dr Bintang Kusumawardhani mengatakan (17/11) bahwa TB terbagi menjadi 2, pertama TB sensitif obat dan kedua TB resisten obat (RO).

Pengobatan TB sensitif obat kata dia, diterapi dengan obat-obatan program nasional yang sudah siapkan oleh pemerintah. Masa pengobatannya rutin selama 6 bulan. Terapi tersebut bisa dilaksanakan di Puskesmas, klinik atau dokter. Sementara kalau TB RO, terapinya tidak sembarang tempat layanan kesehatan tetapi harus di rumah sakit (RS) khusus.

“RS khusus yang sudah bisa melayani pengobatan TB RO untuk wilayah Cirebon, Indramayu, Kuningan dan Majalengka (Ciayumajakuning) ada dua lokasi yakni RSUD Gunungjati Cirebon dan RS Paru Sidawangi Kabupaten Cirebon. RS Paru Sidawangi ditetapkan sebagai RS khusus terhitung Agustus 2022 kemarin,” kata Bintang sapaan akrabnya saat ditemui baru-baru ini.

Dijelaskan, TB sensitif obat masa pengobatannya selama 6 bulan sementara TB RO bisa 1 – 2 tahun.

Kemudian kata Bintang, untuk mengetahui apakah dia resisten obat atau tidak akan dilakukan pengambilan sempel dahak dan diperiksa dengan TCM (tes cepat molekuler). Peralatan medis TCM ada di 4 lokasi yakni, RSUD IM, RS Bhayangkara, RSUD Sentot Patrol dan Puskesmas Karangampel.

“Puskesmas yang ada di Indramayu bisa melakukan tes dahak di 4 lokasi itu sesuai pembagian wilayah. Sampel dahak akan dijemput dan diantarkan oleh PT Pos Indonesia ke 4 faskes tersebut. Sementara kerjasama antar jemput dahak itu sudah terbangun dari tingkat pusat, daerah tinggal mengikuti,” jelas dia.

Ia tidak menampik pesien TB sensitip obat menjalani terapi pengobatan selama 6 bulan. Kemudian kalau terputus apakah pengobatannya balik lagi ke awal, Bintang mengatakan tidak. Dahak pasien kata dia akan di tes dulu. Hal itu untuk mengetahui apakah pasien masih bisa sensitif sama obat yang diberikan atau sudah jadi TB RO.

“Kalau sampai lepas berobat, prosesnya balik lagi seperti alur pertama yakni tes TCM. Itu yang menjadi standarnya. Hal itu berlaku sejak Tahun 2021 sesuai peraturan dari Kementerian Kesehatan,” sebutnya.

Dikatakan, TB bisa menyerang seluruh kelompok umur termasuk anak-anak. Hanya saja, sambungnya, proses pendeteksiannya berbeda antara dewasa dan anak. Dewasa dan anak yang sudah bisa berdahak bisa dilakukan dari sampel dahak sementara anak yang belum bisa berdahak ada kriteria khusus.

“Anak yang belum bisa berdahak pemeriksaannya ada kriteria khusus, ada kontak tidak, ada skoring, kondisi badan anak dan penunjang lainnya yang mendukung dia dinyatakan TB. Jumlah penderita TB anak tidak terlalu banyak dibandingkan dewasa,” tukasnya.

Menurutnya, upaya-upaya pencegahan untuk pengendalian TB, Dinkes tidak bisa bekerja sendiri, harus melibatkan stakeholder lainnya salasatunya dengan kader kesehatan khusus TB di desa atau kader penyakit menular desa.

“Kita perlu kader tersebut, tidak hanya kader Posyandu. Kami tidak bisa berdiri sendiri harus bekerja sama dengan pihak lain,” papar Bintang.

Bintang menambahkan, sampai dengan 30 september 2022 penderita baru sensitip obat sebanyak 1.541 dari target 3.925 pasien. TB RO 23 pasien dari target 86. 2021 TB RO 22 pasien target 85 diobati 14 pasien.

“Capaian masih kecil oleh karenanya untuk mendapatkan data pasien kami bekerjasama dengan RS, puskesmas, klinik dan tenaga kesehatan lainnya,” tambahnya.

Jurnalis : Atim Sawano.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *