Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

Denpasar, nusantaranews86.id – Seorang Warga bernama Agus Suardiasa Alias Agus Bule yang berdomisili di Perum Puri Persada No. 6, Jalan Raya Blumbungan Gerih, Dusun Blumbungan, Kelurahan Sibang Kaja, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, ditangkap dan ditahan oleh Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Bali, pada Selasa (27/2/2024). Penangkapan dan penahanan yang bersangkutan diduga karena melakukan pelanggaran peraturan terkait Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023, yang terjadi beberapa hari sebelumnya.

Kasus ini menarik perhatian publik, bukan saja karena proses penangkapan yang sangat tidak prosedural dan janggal, tapi juga karena ada indikasi kuat adanya tindak pidana pemerasan terhadap keluarga tersangka dengan modus meminta uang tebusan Rp. 90 juta oleh gerombolan oknum Polairud Polda Bali. Seperti yang dikatakan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, yang mengasosiasikan perilaku para oknum polisi itu sebagai kelompok penculik.

“Jika informasi itu benar, para polisi Polairud itu tidak ada bedanya dengan kelompok penculik dan penyandra warga, yang kemudian menghubungi keluarganya meminta uang tebusan agar para sandra dilepaskan. Memalukan sekali gerombolan oknum polisi di Bali itu,” ujar Wilson Lalengke kepada media ini, Senin, 25 Maret 2024.

Perlu diketahui bahwa Agus Sudiarsa ditahan bersama 2 orang rekannya yang ditangkap terlebih dahulu terkait perkara yang sama. Pria asal Jembrana ini mendatangi Polairud ketika mendengar informasi bahwa rekannya ditangkap dan ditahan oleh oknum polisi di unit yang semestinya menangani kamtibmas di wilayah perairan dan udara tersebut. Sesampainya di kantor Polairud, Agus Sudiarsa langsung ditahan.

Kepada keluarganya, dia menceritakan bahwa selama ditahan di Polairud dari tanggal 27 Februari 2024, dirinya belum disidik oleh Polairud. Selama dalam masa penahanan, pihak penyidik Polairud meminta uang negosiasi alias uang tebusan sebesar Rp. 30 juga per kepala, sehingga jumlah uang yang harus disediakan oleh Agus Sudiarsa dan 2 rekannya sebesar Rp. 90 juta. Janji polisi-polisi itu, ketiga tersangka akan dibebaskan setelah uang tebusan diberikan.

“Pak, kalau ingin keluar, Agus Suardiasa dan kawan-kawan sediakan uang 30 juta rupiah per kepala, nanti akan kami bantu untuk dibebaskan. Sekarang ada uang, sekarang keluar, dengan catatan ada penjamin dan surat jaminan,” tutur Agus Sudiarsa menirukan perkataan penyidik, bernama Sigit dan Agung Bagus, kepada keluarganya yang berdomisili di Jembrana, Bali.

Terkait dengan kasus tersebut, Wilson Lalengke, yang merupakan alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, meminta perhatian Pimpinan Polri untuk dengan serius mengevaluasi dan memberikan pembinaan terhadap anak buahnya agar tidak menjadi penjahat berbaju aparat bertameng undang-undang. Menurutnya, aparat polisi belakangan ini semakin terpuruk citranya karena perilaku kriminal yang dipertontonkan oleh begitu banyak anggota korps wereng coklat itu. Jika tidak mampu membenahi mentalitas anggotanya, dia menyarankan Kapolri agar mundur saja dari tampuk kepemimpinan lembaga yang dibiayai rakyat itu.

“Pak Kapolri, sebaiknya Anda mengundurkan diri saja jika tidak mampu membina anggota agar berperilaku sebagaimana layaknya seorang Polisi, yang diwajibkan oleh negara untuk melayani, melindungi, mengayomi, dan menegakkan hukum. Yang terjadi selama Anda menjabat, malah sebaliknya, begitu banyak anggota di korps baju coklat ini yang jadi kriminal. Semua bentuk dan jenis tindak kriminal sudah dilakukan oleh ratusan ribu oknum polisi dimana-mana,” cetus Wilson Lalengke sambil menyebutkan beragam kasus yang melibatkan polisi, dari KDRT, pemerkosaan, pencurian, perampokan, penipuan, tambang illegal, suap-menyuap, pemalsuan dokumen, rekayasa kasus, hingga bandar narkobaskala internasional Jenderal Teddy Minahasa, dan pembunuhan oleh Jenderal Sambo.

Lebih parahnya lagi, tambah tokoh pers nasional yang dikenal getol membela warga terzolimi itu, laporan masyarakat ke Divisi Propam terkait perilaku kriminal oknum anggota Polri diabaikan begitu saja. “Jangankan laporan warga jelata, laporan pengaduan ke Propam oleh anggota Polisi saja tidak ditindak-lanjuti sebagaimana mestinya. Contohnya, kasus Polwan Rusmini di Lampung yang dizolimi oleh polisi-polisi di Polres Lampung Selatan, 8 tahun gaji si polwan ini diembat oleh gerombolan baju coklat itu, hingga hari ini hasilnya nol koma nol. Sudah parah sekali kondisi perpolisian di negeri ini,” tutur Wilson Lalengke sedih.

Kembali ke kasus yang menimpa warga Jembrana, Bali, Agus Sudiarsa, berdasarkan informasi yang diterima dari keluarga tersangka, sejatinya peristiwa penangkapan tersebut berawal dari aktivitas teman Agus Suardiasa yang bernama I Gede Yogi Mahendra asal Desa Baluk, Negara, Jembrana. Hari itu, Jumat,16 Februari 2024, I Gede Yogi Mahendra membawa Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite sebanyak 19 jerigen, masing-masing berisi 35 liter. BBM tersebut diangkut menggunakan Mobil Stesen Suzuki Cary warna hitam, hendak dikirim ke beberapa POM Mini yang berada di kawasan Denpasar.

Di perjalanan, yang bersangkutan langsung ditangkap oleh Ditpolairud di kawasan Jalan Raya Mambal, Banjar Agung Desa Bhuwana, Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung, Bali, pada, Jumat (16/2/2024) itu. Setelah ditangkap, I Gede Yogi Mahendra menghubungi temannya yang biasa diajak dalam pengiriman BBM, bernama I Kadek Sudiantara, memberi kabar bahwa dirinya ditangkap oleh Ditpolairud Benoa Bali.

Temannya yang berasal dari Desa Baluk, Negara, Jembrana, itu pun datang ke Polairud Bali hendak membesuk temannya. Namun, tiba di kantor Polairud dimaksud I Kadek Sudiantara langsung ditangkap dan ditahan oleh Polairud Bali.

Peristiwa tersebut tidak berhenti di situ saja. Kedua orang yang ditahan ini selanjutnya menghubungi Agus Suardiasa alias Agus Bule hendak memberi kabar bahwa mereka ditangkap dan ditahan oleh Ditpolairud Bali. Dengan maksud memastikan dan menjenguk rekannya itu, Agus Suardiasa pun bergegas menuju Ditpolairud Polda Bali di Denpasar. Dia pun langsung ditangkap dan ditahan juga, padahal saat itu Agus Suardiarsa sedang merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Beradasarkan keterangan yang didapatkan media ini, diketahui bahwa penangkapan yang dilakukan oleh Ditpolairud tersebut terkesan janggal dan bertendensi pemerasan. Dari kronologi dan SOP penangkapan sangat jelas tidak sesuai peraturan yang ada. Surat penangkapan dan penahanan Agus Sudiarsa diterbitkan 2 hari setelah penahanan yang bersangkutan, diduga kuat karena keluarga tidak menyanggupi uang tebusan yang dimintakan oleh para oknum terduga kriminal berbaju polisi biru dongker itu.

Agus Suardiasa alias Agus Bule ditangkap saat membesuk dua rekannya, I Gede Yogi Mahendra dan I Kadek Sudiantara, di Polairud Benoa. Terkait tindak pidana BBM yang disangkakan semestinya melibatkan berbagai pihak, karena Agus Sudiarsa bekerja atas perintah boss-nya yang adalah Manejer Pompa Bensin, yaitu SPBU No 54.803.15 Denpasar. Status Agus Suardiasa dalam kegiatan yang diduga melanggar UU Minerba itu hanyalah sebagai anak buah dari Manejer Pompa SPBU 54. 803.15 Sibang Kaja Denpasar Utara tersebut.

Keanehan yang diperlihatkan para oknum Polairud di Bali itu bertambah memalukan. Penyidikan terhadap Agus Sudiarsa dan kawan-kawannya baru dilakukan pada 18 Maret 2024. Mengapa? Kuat dugaan, setelah permintaan uang tebusan Rp. 90 juta tidak juga kunjung terpenuhi walaupun sudah diterbitkan surat penangkapan dan penahanan ditambah waktu penahanan sudah berlalu 20 hari, maka para polisi itu dilanda kebingungan dan resah.

Akhirnya, masa penahanan diperpanjang selama 40 hari kedepan, yaitu dimulai 18 Maret s/d 26 April 2024, oleh Polairud. Hal ini dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Bali. Dalam ketidakberdayaannya, Agus Sudiarsa menyampaikan ke penyidik Polairud, “Pak, kami tidak punya uang, segera saja cepat diproses saya ini pak secara hukum dan segera dikirim ke kejaksaan.”

Dalam keterangan yang diperoleh dari keluarga tersangka, Agus Suardiasa berani melakukan pekerjaan membawa dan mengecerkan BBM jenis Pertalite ke beberapa POM Mini selama ini karena atas dasar perintah manajer SPBU, Pande Darmawiguna. Agus Suardiasa diberikan kode Barcode untuk memudahkan dalam pengambilan BBM di SPBU 54.803.15 Sibang Kaja Denpasar Utara.

Kegiatan yang diduga illegal itu juga di-back-up oleh oknum-oknum aparat keamanan berbaju Polisi, dari tingkat Polsek hingga Polda. Penjualan BBM jenis Pertalite ke POM Mini tersebut diatur oleh Manager SPBU Pande Darmawiguna, termasuk mengamankan gerombolan oknum aparat keamanannya. Oknum-oknum Polda Bali, Polairud Benoa, Polres Badung dan Polsek Abiansemal mendapat jatah upeti bulanan masing-masing sebesar Rp1,5 juta. Dana upeti bulanan itu diberikan ke Polda Bali melalui Unit 1; Polairud Benoa melalui Intel, Agung, dan Dek Bing, Buser; Polres Badung melalu Unit Tipiter; dan Polsek Abiansemal melalui Kanit Buser yang dikenal dengan nama panggilan Ajik Landung dan Kanit Intel bernama panggilan Pak Oka.

Keluarga ketiga korban penyalahgunaan kewenangan oleh jajaran oknum Polairud Polda Bali berharap kepada Divisi Propam Polri agar turun ke lapangan dan memeriksa semua yang terlibat dalam kasus BBM tersebut. Demi keadilan dan penegaan hukum yang benar, semua harus diusut sampai tuntas, terutama karena ada oknum Polsek Abiansemal dan Polres Badung, serta Polda dan Polairud yang terlibat.

“Kami berharap agar aparat juga menangkap serta menyidik semua pihak yang terlibat termasuk Manager SPBU sebagai otak dan bos besar yang diduga berada di balik upaya kriminalisasi dengan menumbalkan anak buahnya sendiri. Saya memohon kepada Kadiv Propam Polri untuk segera turun tangan terkait para pihak di lingkungan Polda Bali yang terlibat dalam kasus ini,” pinta keluarga Agus Sudiarsa, yang tidak ingin namanya dimediakan.

Pada akhir pernyataannya, Wilson Lalengke mendorong Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) agar proaktif dalam memantau dan membenahi lembaga Polri sesuai dengan tupoksi dan kewenangan yang diberikan. “Saya sangat berharap, pihak eksternal Polri, seperti Kompolnas, seharusnya proaktif memantau, mengevaluasi, dan membenahi institusi Polri agar dapat melaksanakan fungsi utamanya dengan baik dan benar. Oknum-oknum anggota Polri yang brengsek dan bermutasi menjadi kriminal berpistol, sebaiknya dipangkas saja. Jangan dipelihara, yang akhirnya jadi virus covid mematikan berwujud manusia berseragam di negara ini,” tegas Presiden Persisma itu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *